JAKARTA, KOMPAS.com – Saat anak diare, mungkin orangtua fokus mencari obat untuk menghentikan buang air besarnya. Padahal bahaya utama dari diare tak hanya pada frekuensi buang air besar, tapi juga risiko dehidrasi yang menyertainya.
Dokter Spesialis Anak, dr. Rizky Amrullah Nasution, Sp.A, mengingatkan, kehilangan cairan akibat diare bisa membuat anak mengalami dehidrasi ringan hingga berat.
Kondisi ini perlu diwaspadai karena dapat membahayakan keselamatan anak bila tidak segera ditangani.
Dr. Rizky menjelaskan, tanda-tanda dehidrasi pada anak sebenarnya bisa terlihat sejak awal, tapi sering kali luput dari perhatian.
Anak yang tampak rewel dan mudah gelisah bisa menjadi sinyal awal bahwa tubuhnya mulai kekurangan cairan.
“Orangtua bisa tahu anak dehidrasi ringan ketika anaknya rewel dan diubah posisinya bagaimana pun responnya serba salah, lalu ketika diberi minum rasanya seperti haus sekali,” kata dr. Rizky dalam Health Talk Pediatric Emergency di Brawijaya Hospital Taman Mini, Jakarta Timur, belum lama ini.
Mulut yang tampak kering, kulit terasa lebih hangat dari biasanya, serta jumlah buang air kecil yang mulai berkurang juga dapat menjadi tanda awal dehidrasi ringan.
Dalam kondisi ini, orangtua disarankan untuk segera memberikan cairan tambahan, seperti air putih, oralit, atau cairan elektrolit khusus anak.
Bila kondisi anak tidak membaik, tanda-tanda dehidrasi akan menjadi lebih jelas. Anak mungkin terlihat lemas, tidak bersemangat bermain, dan bahkan menolak untuk minum.
“Jika anak dikasih minum tidak mau, tidur terus sampai susah dibangunkan, kemudian ketika dicek popoknya kosong padahal sudah enam jam, ini bisa jadi dehidrasi sedang atau berat,” jelas dr. Rizky.
Ia menegaskan, kondisi seperti ini merupakan tanda bahaya. Anak dengan dehidrasi sedang atau berat membutuhkan pertolongan medis segera di rumah sakit agar mendapatkan penggantian cairan melalui infus.
Jika tidak ditangani dengan cepat, dehidrasi berat bisa menyebabkan gangguan kesadaran, penurunan tekanan darah, dan risiko komplikasi yang membahayakan nyawa anak.
Salah satu cara sederhana untuk mendeteksi dehidrasi, menurut dr. Rizky, adalah dengan memantau frekuensi dan warna urin anak.
“Orangtua perlu pantau terus urin anak selama enam jam sekali. Jika dirasa lebih sedikit atau tidak ada sama sekali maka harus segera diwaspadai,” ujarnya.
Urin yang berwarna pekat juga bisa menjadi pertanda bahwa anak sedang kekurangan cairan.
Maka dari itu, penting bagi orangtua untuk mencatat frekuensi buang air kecil anak selama masa diare berlangsung.
Selain itu, ia mengingatkan agar orangtua tidak panik jika anak sulit makan. Dalam fase diare, nafsu makan anak memang bisa menurun, tapi cairan harus tetap diutamakan.
“Yang penting bukan banyaknya makanan, tapi kecukupan cairan. Kalau anak tidak mau makan, boleh berikan porsi kecil tapi sering, sambil tetap memastikan cairannya cukup,” tambahnya.
Tindakan cepat saat anak diare
Untuk mencegah dehidrasi memburuk, orangtua dapat memberikan cairan rehidrasi oral, seperti oralit setiap kali anak buang air besar.
Selain itu, makanan bertekstur lembut, seperti bubur, sup, atau pisang bisa membantu memulihkan energi anak tanpa membebani sistem pencernaan.
Apabila anak muntah setiap kali minum, berikan cairan sedikit demi sedikit dengan sendok atau pipet. Tindakan ini penting agar cairan tetap masuk tanpa memicu muntah berulang.
Ia juga mengingatkan, jangan menunggu kondisi anak memburuk baru membawanya ke dokter.
“Segeralah bawa anak ke rumah sakit untuk memeriksa keadaannya jika sudah ada tanda dehidrasi sedang atau berat,” tuturnya.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/11/04/203500620/anak-diare-bisa-dehidrasi-berbahaya-ini-gejalanya-menurut-dokter