Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengangkat Martabat Guru PAUD: Penjaga Masa Emas yang Masih Terlupakan

KOMPAS.com – Di sebuah ruang mungil di pinggir desa, sebelum matahari naik sempurna, sekelompok anak kecil duduk melingkar. Tawa mereka pecah ketika guru yang mereka panggil “Bu Guru” mengeluarkan boneka tangan yang ia buat dari kaus kaki bekas.

Di ruangan inilah, huruf pertama, angka pertama, dan rasa percaya diri pertama pelan-pelan tumbuh.

Pemandangan seperti itu terjadi setiap hari di lebih dari 100.000 lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal di seluruh Indonesia.

Namun di balik keceriaan kelas, ada realitas lain yang jarang disorot. Para pendidik PAUD nonformal adalah aktor penting yang membangun fondasi bangsa, tetapi belum mendapatkan pengakuan profesi yang setara dengan peran mereka.

“Mereka mengabdi dengan sepenuh hati, tetapi belum semua mendapat perlindungan dan penghargaan sebagaimana guru di jalur formal,” kata anggota ECED Council Indonesia sekaligus Ketua Umum Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) Betti Nuraini dalam keterangan resminya, Jumat (14/11/2025).

Masa emas yang menentukan segalanya

PAUD sering dipandang sebagai pra-sekolah, tahap sebelum pendidikan sungguhan dimulai. Literatur perkembangan anak sejak lama menunjukkan asumsi ini keliru.

Tiga tahun pertama kehidupan adalah periode pertumbuhan paling cepat dalam sejarah hidup seorang manusia. Pada periode ini, koneksi saraf terbentuk jutaan per detik, karakter moral mulai tertanam, dan rasa aman dibangun.

Di sinilah pendidik PAUD memainkan peran yang bahkan tidak dimiliki oleh guru jenjang lain. Mereka bukan sekadar mengajar, tetapi membentuk fondasi yang menentukan kualitas pembelajaran di masa depan.

“Guru PAUD hadir di masa paling kritis perkembangan anak, usia emas ketika fondasi kemampuan dasar sedang dibentuk,” ujar Betti.

Indonesia sendiri memiliki tiga jalur PAUD, yakni formal (TK/RA), nonformal (KB/TPA/SPS), dan informal (keluarga).

Ketiganya berbeda struktur, tetapi tujuannya satu, membentuk fondasi kuat bagi seluruh anak Indonesia.

Namun, yang sering terlewat adalah satu fakta sederhana bahwa anak usia dini tidak membedakan jalur pendidikannya. Mereka hanya mengetahui ada sosok dewasa yang hadir setiap hari dan menjadi “pemandu dunia” pertama mereka.

Dedikasi tanpa dukungan yang memadai

Data dari Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) 2025 menunjukkan skala besar kontribusi jalur nonformal:

  • 101.837 lembaga PAUD nonformal
  • 3.083.271 anak dilayani
  • 329.593 pendidik dan tenaga kependidikan

Di balik angka itu, terdapat ironi bahwa pendapatan rata-rata pendidik PAUD nonformal hanya sekitar Rp 250.000 per bulan tanpa perlindungan sosial.

Padahal, beban kerja mereka sangat besar—rata-rata sembilan anak per pendidik, sering kali di ruang seadanya, dengan alat peraga yang mereka buat sendiri.

“Kreativitas guru PAUD luar biasa. Tapi, semangat saja tidak cukup. Mereka perlu perlindungan, penghargaan, dan kesejahteraan yang layak agar dapat bekerja dengan tenang,” kata Betti.

Tak sedikit guru PAUD nonformal yang berjalan jauh setiap pagi, mengajar di lantai rumah warga, atau menggunakan halaman belakang sebagai ruang kelas. Ketika ditanya mengapa tetap bertahan, jawabannya selalu bernada serupa, “Kalau bukan saya, siapa lagi?”.

Di banyak negara, pendidikan anak usia dini menjadi sektor yang paling dilindungi. Standar kompetensinya jelas, pelatihan berkelanjutan tersedia, dan pendidiknya memperoleh jaminan profesi. Indonesia masih tertinggal di titik ini, sementara tuntutan kualitas terus meningkat.

Mengapa status profesi itu penting?

Sebagian masyarakat mungkin bertanya, apakah formal dan nonformal harus diperlakukan sama? Betti menjelaskan bahwa pengakuan profesi bukan soal label, melainkan soal ekosistem perlindungan dan akses yang menentukan mutu layanan PAUD.

Dengan pengakuan profesi yang setara, pendidik PAUD nonformal mendapat hak yang selama ini sulit dijangkau, seperti perlindungan hukum, standar keselamatan kerja, akses pelatihan, serta peluang peningkatan kompetensi.

Lebih penting lagi, kesetaraan profesi akan memberikan panggung kehormatan bagi mereka sekaligus menjadi simbol bahwa pekerjaan mereka diakui negara sebagai fondasi pembangunan bangsa.

“Pengakuan profesi adalah penghormatan terhadap martabat guru PAUD. Mereka harus merasa bangga, dihargai, dan diberi ruang untuk terus berkembang,” tegas Betti.

Jalan panjang yang membutuhkan kolaborasi

Langkah menuju perubahan tidak dapat digerakkan satu pihak saja. Pemerintah memegang peran penting dalam penguatan kebijakan dan penyediaan insentif.

Organisasi profesi seperti HIMPAUDI terus memperjuangkan masuknya pengakuan pendidik nonformal dalam revisi regulasi pendidikan nasional.

Sementara itu, masyarakat, terutama orangtua, memiliki kekuatan yang tidak kalah penting dengan memberikan pengakuan sehari-hari. Sikap menghargai kinerja pendidik anak-anak mereka adalah salah satu bentuk dukungan sosial yang dampaknya langsung terasa.

“Kita tidak bisa membiarkan guru PAUD nonformal berjalan sendiri. Dukungan sistemik dan apresiasi masyarakat adalah bahan bakar semangat mereka,” ungkap Betti.

Pada akhirnya, PAUD adalah investasi jangka panjang. Hasilnya tidak terlihat dalam hitungan bulan, tetapi puluhan tahun kemudian saat anak-anak tumbuh menjadi pemimpin, profesional, atau warga negara berkarakter kuat. Peran guru PAUD-lah yang sebenarnya membentuk mereka lebih dulu.

“Guru PAUD adalah akar peradaban. Menghargai mereka berarti memperkuat fondasi bangsa,” tutur Betti.

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/11/15/134032020/mengangkat-martabat-guru-paud-penjaga-masa-emas-yang-masih-terlupakan

Terkini Lainnya

Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Wellness
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Wellness
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Wellness
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Wellness
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
Wellness
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Wellness
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Wellness
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Beauty & Grooming
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Parenting
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Wellness
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Wellness
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Mengapa Efek Screen Time pada Kemampuan Bahasa Anak Bisa Berbeda-beda
Parenting
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Cinta Laura Tak Tergiur Cara Instan Dapatkan Kulit Glowing
Beauty & Grooming
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Luna Maya Ungkap Efek Rutin Minum Vitamin Kulit untuk Perlambat Penuaan
Beauty & Grooming
Cerita Sari, Ibu Mertua yang Menguatkan Langkah Menantunya Jadi Ibu Bekerja
Cerita Sari, Ibu Mertua yang Menguatkan Langkah Menantunya Jadi Ibu Bekerja
Parenting
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com