Gelaran ini membawa tema besar “Rebellion”, sebuah ajakan bagi para desainer untuk keluar dari zona aman dan merayakan kebebasan berekspresi yang menjadi gelaran terbesar di Jawa Timur.
Di antara deretan nama besar yang tampil, salah satu koleksi yang paling banyak dibicarakan pengunjung adalah “Blood” karya desainer Migi Rihasalay.
Koleksi ini muncul di hari kedua, Jumat (15/11/2025) malam, dalam sesi Glamorous yang langsung menyita perhatian dengan warna-warna merah-putih yang mengalir dalam gradasi dramatis.
Migi mengungkap, tema blood yang artinya darah ini, menggambarkan kehidupan di dalam tubuh melalui darah.
“Darah berkesinambungan dengan kehidupan kematian, kehilangan bahkan bencana sakit dan semuanya dalam tubuh kita,” ujar desainer yang biasa disapa Migi kepada jurnalis termasuk Kompas.com.
“Bahkan pengorbanan perempuan yang melahirkan, pada pejuang pahlawan yang bertumpah darah apa yang mereka perjuangkan,” imbuhnya.
Meski banyak desainer memilih eksplorasi bahan-bahan glamor, ia justru menghadirkan pendekatan yang lebih kontemplatif yaitu warna, tekstur, dan narasi.
Teknik gradasi dikenal sebagai ciri khasnya, namun di koleksi “Blood” tingkat kesulitannya meningkat. Sehingga untuk mencapai hasil yang halus dan tidak patah, ia membutuhkan ketelitian ekstra.
“Tantangannya bagaimana membuat gradasi agar tune-nya tidak seperti bercak tapi bergradasi sesuai dengan khas migirihasalay yang selalu menggunakan tema gradasi,” kata Migi Rihasalay.
Kanvas sebagai Media Utama, Tetesan Darah sebagai Inspirasi Visual
Selain itu untuk bahan yang digunakan pun berbeda dari kebanyakan desainer yang menggunakan kain jatuh seperti chiffon atau satin, ia memilih kanvas.
Hal inii agar gradasi warna dan efek tetesan darah tetap kuat, meski melalui proses pencucian.
Satu busana memakan waktu sekitar dua hari untuk digarap, mulai dari melukis, membentuk gradasi, hingga menambahkan detail.
“Karena kalau tidak kanvas tidak bisa terlukis. Karena ini kanvas setelah dicuci tidak akan luntur karena kita menggunakan cat yang khusus untuk fabric. Jadi ini natural fabric semua dan saya membuatnya senatural mungkin biarkan mereka tuh seperti tetesan darah,” tutur Migi Rihasalay.
“Yang paling sulit lagi di bagian payet dan gradasi. Karena payetnya handmade,” sambungnya.
Sementara itu keunikan koleksi ini tidak berhenti pada permainan warna. Di bagian kepala, ia menambahkan ornamen spider lily, bunga yang identik dengan kematian dan perpisahan.
“Cocok dipakai di stage bisa juga saat Halloween, di atas kepalanya ada spider lily di mana aslinya bunga itu tumbuh di pemakaman,” pungkasnya.
Interpretasi “Rebellion” yang Paling Personal
Tahun 2025 ini, Surabaya Fashion Parade menampilkan berbagai karya dengan semangat pemberontakan.
Koleksi “Blood” hadir sebagai salah satu interpretasi yang paling personal sekaligus paling puitis.
Bukan sekadar pemberontakan terhadap norma mode, tetapi juga pada batasan tentang bagaimana “kehidupan” diwujudkan dalam sebuah busana.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/11/16/201837220/koleksi-blood-karya-migi-rihasalay-di-sfp-2025-terinspirasi-kehidupan-dan