Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jaga Kesehatan Mental Remaja Indonesia, YouTube Gandeng Pemerintah, Psikolog, dan Psikiater

JAKARTA, KOMPAS.com - YouTube berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Kemenkomdigi RI), Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) untuk menjaga kesehatan mental remaja di dunia digital.

Global Head of Health di YouTube, Garth Graham, M.D., M.P.H., FACP, FACC mengatakan, kolaborasi ini dilandaskan pada gelombang depresi, kecemasan, dan tantangan yang sedang dihadapi oleh para remaja.

"Di Indonesia, ada sekitar 46 juta remaja dan banyak dari remaja tersebut berinteraksi di platform kami. Dan kami bertanggung jawab atas apa yang kami lakukan, dan bagaimana kami memastikan keamanan mereka," kata Graham dalam konferensi pers YouTube di Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

Tidak semua konten baik untuk remaja

Tidak semua konten baik untuk dikonsumsi oleh remaja. Sesekali melihat saja mungkin tidak masalah. Namun, ini bisa menjadi tantangan ketika mereka terpapar konten tersebut terus-menerus.

Misalnya konten tentang body image, alias persepsi dan perasaan seseorang mengenai penampilan fisik tubuhnya, baik secara bentuk, ukuran, dan berat badan.

Tidak semua konten tentang body image bernuansa positif. Meskipun awalnya seorang remaja menonton konten body image yang positif, bisa saja ia terpapar konten body image yang negatif di video-video selanjutnya.

"Sekali lagi melihatnya sekali mungkin tidak menjadi tantangan, tetapi melihatnya berkali-kali bisa mendistorsi pandangan anak tentang body image mereka sendiri," ujar Graham.

Pembatasan terhadap beberapa kategori konten

Ada beberapa konten yang dibatasi oleh YouTube untuk dikonsumsi pra-remaja dan remaja secara berulang, salah satunya konten dengan topik yang membahas tentang perbandingan ciri fisik seseorang.

Kemudian topik yang mengidealkan beberapa tipe fisik, mengidealkan tingkat kebugaran atau berat badan tertentu, serta menampilkan agresi sosial seperti perkelahian tanpa kontak dan intimidasi.

Selanjutnya adalah topik yang menggambarkan remaja sebagai sosok yang kejam dan jahat, atau mendorong remaja untuk mengejek orang lain,menggambarkan kenakalan atau perilaku negatif, dan nasihat keuangan yang tidak realistis atau buruk.

Inilah mengapa YouTube bekerja sama dengan pemerintah dan para ahli, dalam hal ini Kemenkomdigi RI, psikolog, dan psikiater.

"Mereka adalah para panutan yang telah benar-benar mendorong kemajuan tentang bagaimana kita bisa meningkatkan informasi seputar kesehatan mental," ucap Graham.

Berkaitan dengan kolaborasi tersebut, Graham mengumumkan bahwa pihaknya meluncurkan fitur "Teen Mental Health Shelf", yang dirancang khusus untuk membantu menjaga kesehatan mental remaja.

"Ini untuk para remaja di Indonesia yang akan menggunakan platform kami untuk mencari topik-topik sensitif seperti depresi, kecemasan, atau perundungan," jelas Graham.

Saat ini, ada area informasi khusus yang memberikan informasi soal "Teen Mental Health Shelf", yang bisa dilihat ketika kamu mencari suatu topik yang tergolong sensitif di YouTube.

Kompas.com mencoba mencari beberapa kata kunci seperti "kecemasan", "bunuh diri", dan "anoreksia".

Hasilnya, muncul area bertuliskan "From health sources" yang menampilkan konten-konten dari para ahli yang menjelaskan topik tersebut. Sisanya adalah video yang berkaitan dengan pencarian.

"Kami menghadirkan para ahli yang akan mampu memberikan informasi tersebut kepada para remaja, sekaligus menghubungkanmu dengan para ahli terbaik lewat informasi kesehatan," terang Graham.

Melindungi pra-remaja dan remaja lewat sistem rekomendasi terbaru

Seperti yang disebutkan sebelumnya, tidak semua konten aman dikonsumsi secara berulang oleh pra-remaja dan remaja, terutama yang mengandung topik-topik sensitif.

Untuk itu, pihak Graham juga telah menyesuaikan sistem rekomendasi yang bisa memberikan perlindungan bagi mereka.

Sistem rekomendasi terbaru ini, menambahkan perlindungan ekstra pada urutan konten video untuk membatasi rekomendasi konten yang sekiranya aman jika ditonton sekali, tapi bisa jadi bermasalah jika ditonton berulang kali.

Mereka juga mengurangi frekuensi munculnya konten seperti itu bagi remaja di seluruh dunia, untuk mencegah kebiasaan menonton berulang yang berlebihan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/11/20/203000820/jaga-kesehatan-mental-remaja-indonesia-youtube-gandeng-pemerintah-psikolog

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com