JAKARTA, KOMPAS.com - Kesehatan jiwa berdampak multisektor karena jadi bagian kondisi kesehatan secara umum. Meski layanan kesehatan jiwa saat ini bisa ditangani psikolog klinis di Puskesmas, tapi cakupannya belum merata.
Kementerian Kesehatan mencatat, Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa 1 dari 5 penduduk. Tingginya kasus gangguan kejiwaan belum diimbangi peningkatan cakupan layanan kesehatan mental.
Sekretaris Jendral Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Wahyu Nhira Utami M.Psi mengatakan, psikolog klinis di Puskesmas menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan jiwa.
"Tapi jumlah kami terbatas, tidak mungkin kami semua yang melakukan. Makanya dalam bekerja kami juga berkolaborasi dengan dokter psikiater, perawat jiwa, dan dengan perawat komunitas, agar bisa semakin banyak menjangkau masyarakat dan meningkatkan literasi kesehatan mental," kata Nhira di sela acara Kongres V Ikatan Psikolog Klinis Indonesia di Jakarta (21/11/2025).
Ia mengatakan, saat ini ada 30 diagnosis yang bisa dilakukan dan ditangani oleh psikolog klinis, mulai dari gangguan kecemasan hingga gangguan tumbuh kembang anak seperti autisme.
"Dari data yang kami kumpulkan di Puskesmas di sekitar Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta, jumlah kasus yang banyak dikeluhkan adalah gangguan kecemasan, depresi, dan skizofrenia yang merupakan gangguan jiwa berat," papar Nhira.
Ia mengatakan, psikolog klinis juga menjadi penolong awal untuk kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Jika kasus gangguan jiwa tidak dapat ditangani di Puskesmas, maka psikolog bisa merujuknya ke RSUD atau layanan kesehatan lainnya.
Keterbatasan jumlah psikolog klinis
Nhira mengatakan, jumlah psikolog klinis di Indonesia masih terbatas, yaitu sekitar 4.000 orang.
"Padahal jumlah Puskesmas mencapai 10.000 an, jadi belum setengahnya memenuhi kebutuhan di Puskesmas," katanya.
Berbeda dengan psikolog umum yang fokus pada orang sehat meningkatkan potensi maksimalnya, psikolog klinis menangani orang-orang yang mengalami gangguan penyesuaian diri, keterlambatan perkembangan psikologi, dan gangguan kesehatan mental.
Menurut Undang-undang di Indonesia, para psikolog klinis termasuk dalam tenaga kesehatan.
Ketua Panitia Kongres V Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Annelia Sari Sani, mengatakan, mengingat tingginya kebutuhan, IPK berharap agar profesi pendidikan psikolog klinis bisa lebih cepat.
"Sekarang ini proses untuk menjadi psikolog klinis panjang. Kami berharap akan ada pendidikan S1 psikologi langsung ke profesi psikolog klinis. Kalau sekarang masih harus psikolog umum dulu, baru nanti psikolog klinis, baru nanti diakui kompetensinya," kata Annelia.
Ia mengatakan, jika proses pendidikan psikolog klinis bisa lebih cepat, tanpa mengurangi kompetensi dan kewenangannya, jumlah tenaga ahli ini bisa lebih banyak.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/11/21/190500020/psikolog-klinis-di-puskesmas-jadi-penolong-awal-masalah-mental