JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat perbelanjaan atau mal saat ini tak hanya sebagai tempat belanja, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APBI), Alphonzus Widjaja.
“Fungsi belanja yang tadinya nomor satu, itu dialihkan jadi nomor dua. Nomor satunya adalah interaksi sosial, barulah fungsi belanjanya,” ucap Alphonzus saat ditemui di Kantor Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2025).
Mal jadi tempat belanja, kulineran, dan bersosialisasi
Sejak dulu, mal memang sudah digunakan sebagai tempat untuk kulineran dan nongkrong, selain tempat untuk berbelanja. Hal ini terjadi meskipun biasanya tempat makan di sebuah mal mayoritas adalah restoran keluarga.
Kegiatan nongkrong pun hanya dilakukan dengan duduk-duduk sambil melihat pertokoan, atau bermain di area permainan.
Kendati demikian, saat ini semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan mal sebagai tempat untuk dua hal tersebut. Sebab, tempat makan yang hadir di dalam mal lebih bervariasi.
Tempat untuk bersosialisasi juga lebih bervariasi. Ada kedai kopi, es krim, gelatto, dan toko roti dengan desain dan nuansa kekinian, studio foto kekinian, dan photobooth yang meminjamkan berbagai macam properti.
“Jadi harus punya fasilitas untuk konsumennya bisa berinteraksi sosial dengan sesamanya. Jadi saya kira, itu menjadi penting bagi pusat perbelanjaan untuk bisa menyediakan fasilitas-fasilitas itu,” kata Alphonzus.
Ditambah lagi, saat ini kegiatan yang digelar di dalam mal juga lebih beragam. Dahulu, kegiatan yang digelar biasanya, antara lain lomba mewarnai untuk anak-anak TK dan fashion show anak-anak.
Saat ini, ada fashion show yang “lebih serius” yang digelar di mal. Kemudian adalah bazar makanan kekinian dan produk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah), temu sapa tokoh kartun terkenal seperti Spongebob, acara bermain Trading Card Game (TCG) Pokemon, dan acara budaya Jepang.
Bahkan, saat ini mal juga menjadi tempat untuk berolahraga. Tidak hanya lewat tempat fitness yang semakin marak di pusat perbelanjaan, tetapi juga lapangan padel, serta sesi yoga, zumba, aerobik, dan poundfit.
Alphonzus menyoroti perubahan gaya hidup masyarakat sejak pandemi Covid-19 berakhir dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dicabut pada tahun 2022.
Masyarakat masa kini lebih membutuhkan tempat penunjang interaksi sosial, dibanding tempat belanja, mengingat fasilitas umum selain mal yang masih kurang memadai.
“Jadi mereka datang dulu ke pusat perbelanjaan. Setelah datang dengan kebutuhan untuk interaksi sosial tadi, barulah didorong belanjanya,” kata dia.
Alphonzus mengimbau agar pengelola pusat perbelanjaan tidak lagi mengedepankan fungsi belanja karena mereka hanya akan bertarung dengan platform belanja daring.
Ketika pusat perbelanjaan menyediakan apa yang tidak bisa masyarakat miliki secara daring, sudah ada nilai plus tersendiri untuk mereka.
“Online hanya semata-mata fungsi belanja, enggak ada fungsi interaksi sosialnya. Kalau pusat perbelanjaannya hanya mengedepankan fungsi belanja, secara tidak langsung artinya dia bertempur dengan online,” ujar dia.
Pusat perbelanjaan yang hanya mengedepankan fungsi belanja, lambat laun akan sepi pengunjung. Sebab, belanja sudah bisa dilakukan secara daring, kecuali pada beberapa daerah yang mana kegiatan belanja daring belum optimal.
Menghadirkan sesuatu yang beda, dalam hal ini fasilitas penunjang interaksi sosial, bisa menarik minat lebih banyak masyarakat untuk berkunjung ke mal. Belum lagi jika ditambah dengan kegiatan yang menarik, yang berpotensi membuat pengunjung semakin "membeludak".
“Konsekuensinya adalah, kalau pusat perbelanjaan tidak bisa punya fasilitas tersebut (tempat untuk bersosialisasi), maka tidak akan dipilih oleh pengunjung. Makanya di kota-kota besar, ada pusat perbelanjaan yang tingkat kunjungannya luar biasa, tapi ada yang semakin menurun,” kata Alphonzus.
“Mal-mal yang semakin sepi itu tidak bisa memberikan, merespons, gaya hidup (yang berubah). Tidak bisa memberikan fasilitas-fasilitas itu (untuk bersosialisasi),” lanjut dia.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/11/22/160631320/fungsi-mal-di-indonesia-berubah-menurut-apbi-jangan-hanya-andalkan-belanja