KOMPAS.com - Menjalankan dua peran sekaligus memang tidak mudah, tapi sudah banyak ibu bekerja yang bisa membuktikan bahwa kesuksesan karier tidak harus mengorbankan kualitas pengasuhan anak.
Ocha, seorang ibu bekerja yang memiliki anak berusia delapan tahun, termasuk perempuan yang tidak terlalu mengambil pusing akan ekspektasi dan tuntutan kesempurnaan terhadap dirinya.
“Aku tipikal orang yang cuek sih. Jadi, orang mau ngomong apa, yang penting aku sama anakku (masih mengurus),” tutur dia saat dihubungi oleh Kompas.com pada Sabtu (29/11/2025).
Meski begitu, tak dipungkiri terkadang komentar secara tidak langsung dari sesama ibu membuatnya mempertanyakan apakah ia sudah menjadi ibu yang baik untuk buah hatinya.
Selama bekerja, Ocha menitipkan Gala, anaknya, kepada pengasuh. Meski begitu, di rumah ada sang nenek yang ikut mengawasi cucunya.
Ocha pun mengakui, selalu ada sesuatu yang dirasa kurang ketika anak diasuh oleh pengasuhnya.
“Dipegang pengasuh sama dipegang sendiri tuh beda. Kalau dipegang pengasuh, pasti kita ada aja enggak srek-nya, kayak enggak sesuai sama prinsipku atau kemauanku, aku maunya anakku gimana, dan lain-lain,” tutur dia.
Merasa kurang meluangkan waktu dengan anak
Perannya sebagai seorang ibu yang masih bekerja membuat Ocha merasa kurang meluangkan waktu dengan anak. Sebab, ia hanya bisa menemani Gala saat sedang libur, serta sebelum berangkat dan sepulang kerja.
Sebagian besar waktu si kecil, dihabiskan dengan nenek dan pengasuhnya. Ia khawatir sang anak tidak mendapat stimulasi yang baik untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya.
Walau di kalangan ibu terkadang ada "persaingan halus" akan perkembangan anak-anaknya, Ocha tak terlalu peduli, sebab setiap ibu adalah yang lebih memahami kondisi anaknya dibandingkan dengan orang lain.
“Untungnya lingkungan pertemananku memang ibu bekerja semua, jadi ya paling berkeluh kesah bareng-bareng. Alhamdulillah pada saling suportif,” tutur Ocha.
Mengkhawatirkan nutrisi anak
Media sosial merupakan salah satu pendorong perasaan kurang sempurna seorang ibu karena tanpa disadari ada rasa membandingkan diri dengan orang lain.
Belum lagi, ada kalanya ketika Ocha tidak sempat menyiapkan makanan anaknya, dan ini membuatnya khawatir asupan nutrisi anak jadi tidak terkontrol.
“Aku ngelihat ibu-ibu di media sosial, anaknya benar-benar terjaga dari nutrisi dan makanannya. Sedangkan bekerja kayak begini. Pasti entah ada yang kurang sayur, buah, belum bisa memenuhi nutrisinya,” kata dia.
Ia mengatakan, perasaan kurang sebagai ibu adalah hal yang akan terus menghantui diri perempuan. Namun, ia berusaha mengatasinya dengan melakukan manajemen waktu yang baik dan memberikan pendidikan terbaik sesuai kebutuhan anak.
“Merasa kurang sebagai seorang ibu sebenernya hal yang menghantui setiap hari. Pasti aku kepikiran. Cuma aku mikirnya, selama aku masih bisa manajemen waktu, memberikan pendidikan yang baik, ya bismillah aja,” kata dia.
Menurut Ocha, penting untuk menghibur diri dan mengatakan kata-kata afirmasi positif agar tidak terlalu terdistraksi dengan perasaan bahwa dirinya masih belum cukup baik menjadi seorang ibu.
“Menghibur diri dan apresiasi diri sendiri tuh perlu dan harus biar masih waras. Soalnya, kalau aku ingat kekurangannya terus, enggak akan ada habisnya. Pasti ada aja yang kurang yang aku lakuin,” tutur dia.
Mengapresiasi diri sendiri membantu diri menjadi lebih lega, apalagi ketika mengucapkan kata-kata afirmasi positif sambil memandang sang buah hati.
“Lega melihat anak tumbuh sehat sampai sekarang. Anakku posturnya memang kurus, dan ada anggapan anak gemuk dibilang sehat dan lebih enak dilihat. Aku kayak, enggak apa-apa yang penting anakku sehat dan jarang sakit,” ucap Ocha.
Jangan terpaku dengan standar media sosial
Selain itu, orangtua jangan terlalu terpaku dengan standar “ibu sempurna” yang beredar di media sosial. Sebab, tidak ada manusia yang sempurna.
Ibu yang terlihat telaten dalam mengurus anak pun, pasti memiliki momen ketika ia merasa kurang cukup telaten dan memandang dirinya kurang sebagai seorang ibu.
“Tetap dukung anak, jangan terlalu memaksakan standar media sosial karena enggak akan ada habisnya. Si A jago ini, si B jago itu, dan anak kita harus jago keduanya, kan enggak mungkin. Bisa jadi anak kita jagonya di tempat lain,” lanjut dia.
Menurut Ocha, selama seorang ibu bisa membersamai setiap fase perkembangan anak, memfasilitasi pendidikannya, memberi perhatian penuh pada anak, dan memberi kasih sayang, ia sudah menjadi ibu yang baik.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/12/02/173200820/kiat-ocha-agar-tetap-waras-walau-dikejar-ekspektasi-sebagai-ibu-bekerja