Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100.000 Website Porno Memakai Model Anak-anak

Kompas.com, 10 April 2008, 08:50 WIB

Laporan wartawan Kompas Regina Rukmorini

TEMANGGUNG, KAMIS - Dari 4,2 juta website porno yang beredar di seluruh dunia, sebanyak 100.000 website diantaranya memakai model anak-anak berusia di bawah 18 tahun. Sebagian besar diantaranya, bahkan ditengarai adalah anak-anak Indonesia.

Demikian hasil survei tahun 2006, dari Top Ten Review, yang dituturkan oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Masnah Sari, dalam acara sosialisasi Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak-anak di Kabupaten Temanggung, Rabu (9/2).

Masnah mengatakan bahwa gambar-gambar yang ditampilkan dalam website dengan model anak-anak itu, cukup bervariasi. “Selain memperlihatkan figur telanjang anak, beberapa gambar juga menampilkan adegan hubungan seksual yang dilakukan orang dewasa terhadap anak-anak atau biasa disebut paedofilia,” ujarnya.

Pengambilan gambar anak-anak sebagai obyek seks terutama pada kasus paedofilia, banyak dilakukan oleh warga  negara asing. Di Surabaya misalnya, menurut Masnah, sekelompok anak-anak pernah disekap dan disuguhi video atau gambar-gambar porno. “Ketika mereka sudah terpancing dan merasa terangsang, maka orang dewasa yang menyekap itu, akan lebih mudah untuk mengajak anak-anak berhubungan seks dengan meniru gambar dan adegan yang telah ditonton sebelumnya,” ujarnya.

Mengajak anak-anak untuk melakukan itu, juga bukan hal yang sulit, hanya cukup dengan diberi iming-iming permen atau sedikit uang. Kondisi ini banyak terjadi di Bali, dan kota-kota besar lainnya seperti Jakarta dan Tangerang.

Tidak hanya sekedar diajak, pada masa sekarang ini, anak-anak pun dapat dengan mudah menjalankan perilaku seksual layaknya orang dewasa, atas kemauan sendiri. “Dalam hal ini, yang menjadi obyek atau korban, adalah teman-teman sebaya dari lingkungan sekitar, sekolah atau bahkan kerabatnya sendiri,” ujarnya.

Sebagai contoh kasus, Masnah menuturkan bahwa pada tahun 2006, seorang murid kelas enam SD hamil akibatnya diperkosa kerabatnya berusia sebaya. Selain itu, pada tahun yang sama, tiga remaja di Ambon yang masih berusia di bawah 15 tahun, terpaksa divonis 4-10 bulan penjara karena telah memperkosa anak usia lima tahun.

Hal ini, menurut Masnah, dipicu karena makin tidak terkontrolnya tayangan, gambar, dan produk-produk pornografi lain beredar dan ditonton oleh anak-anak sejak usia dini.

Berdasarkan hasil survei pada Januari-Desember 2007, yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati terhadap 1.705 siswa kelas 4,5, dan 6 se-Jabodetabek, media terbanyak yang dipakai untuk mengakses pornografi adalah games, disusul berikutnya komik, film/televisi, dan situs-situs di internet.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau