Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasuna Said, Pahlawan Perempuan yang Jadi Google Doodle Hari Ini

Kompas.com, 14 September 2022, 06:17 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Google doodle hari ini menampilkan ilustrasi Rasuna Said, pahlawan perempuan Indonesia yang berdarah Minang.

Visual bernuansa biru itu dibuat untuk merayakan ulang tahun ke-112 perempuan yang dikenal dengan julukan Singa Betina Pergerakan Kemerdekaan Indonesia itu.

Sepanjang hidupnya, ia dikenal lantang memperjuangkan berbagai isu-isu sosial, terutama hak-hak perempuan, selain juga berprofesi sebagai guru dan jurnalis.

Atas kiprahnya, ia kemudian diakui sebagai pahlawan nasional Indonesia sekaligus menjadi perempuan kesembilan yang menerima gelar tersebut.

Baca juga: Profil Singkat 5 Pahlawan Perempuan dari Sumatera, Ada Cut Nyak Dhien hingga Rasuna Said

Profil Rasuna Said

Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di dekat Danau Maninjau, Sumatera Barat.

Bisa dibilang, ia berasal dari keluarga terpandang karena ayahnya, Haji Muhammad Said, adalah seorang tokoh pergerakan di Minang sekaligus pengusaha sukses.

Kondisi ini memberinya kemudahan untuk mendapatkan pendidikan meskipun ia memilih bersekolah agama di desa yang tak jauh dari rumah.

Sejak kecil pula ia dikenal sebagai perempuan yang pintar dengan pendapat yang cemerlang soal berbagai permasalahan sosial di Indonesia.

Keuletan dan kecerdasannya sebagai siswa itu yang kemudian menjadikannya sebagai asisten guru, posisi yang masih jarang dipegang gadis muda di kala itu.

Baca juga: Google Doodle Berbentuk Kue Tart, Apa Makna di Baliknya?

Pada tahun 1926, Rasuna Said diundang untuk bergabung dengan Sarikat Rakyat sebagai sekretaris cabang Maninjau.

Aktivitasnya lalu berlanjut pada Gerakan Islam pada tahun 1930 yang membawanya menyelenggarakan Persatuan Muslim Indonesia (Permi) yang kritis terhadap kolonialisme Belanda dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan.

Pada tahun 1931, Rasuna lalu pindah ke Padang untuk meluncurkan divisi perempuan di Permi.

Fokusnya adalah membuka sekolah sastra untuk perempuan di seluruh Sumatera Barat.

Namun, karena kegiatannya itu, pada tahun 1932, perempuan Minang ini ditangkap karena berbicara menentang kekuasaan Belanda.

Ribuan orang menghadiri persidangannya di Payakumbuh pada tahun 1932, pada saat itu pula ia menyampaikan pidato pembelaan yang menginspirasi dan tanpa ragu-ragu.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau