Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angka Perceraian Tertinggi dalam 6 Tahun Terakhir, Banyak Pasangan Hilang Rasa

Kompas.com, 8 Oktober 2023, 12:46 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Angka perceraian di tahun 2022 menjadi yang tertinggi dalam enam tahun terakhir, berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik Indonesia 2023.

Jumlahnya mencapai 516.334 kasus, yang didominasi pasangan muda dari generasi milenial berusia 30-40an tahun.

Gugatan cerai juga lebih banyak dilakukan pihak isteri sedangkan anak tak lagi dinilai sebagai faktor yang memberatkan untuk mengakhiri pernikahan.

Baca juga: 10 Profesi dengan Risiko Perceraian Tertinggi dan Terendah

Tren perceraian juga meningkat karena harapan yang terlalu tinggi pada pasangan di awal pernikahan, meningkatnya individualisme, dan menurunnya komitmen.

Mobilitas sosial, karir, fisik terutama pada istri yang bekerja penuh waktu juga memengaruhi, selain juga penerimaan publik pada perceraian yang semakin besar.

Selain itu, banyak pula pasangan suami istri yang berpisah karena tak lagi merasakan perasakan cinta pada satu sama lain.

"Alasan perceraian, lebih banyak karena sudah kehilangan rasa, mereka merasa tidak berbahagia, sehingga hidupnya tidak berkualitas," terang psikolog klinis, Dharmayati Utoyo Lubis MA,Ph.D, dalam webinar "Mengapa Rasa Itu Hilang", Jumat (06/10/2023).

Baca juga: Hindari Komentar Ini pada Teman yang Bercerai

Fenomena hilangnya rasa di pernikahan

Banyak pasangan mengawali pernikahannya dengan perasaan cinta yang dirasakannya saat berpacaran.

Namun tak banyak yang mengira jika romansa yang dirasakannya itu bisa memudar seiring perjalanannya hidup bersama.

"Kebanyakan pasangan sering kali mulai kehilangan rasa dalam lima tahun perkawinan," terang Dharmayati, dalam webinar yang digelar Yayasan Psikologi Unggulan Indonesia (YPUI), itu.

Namun ada juga yang mengalaminya sejak dua tahun pernikahan akibat konflik yang memuncak, dipicu rasa saling curiga, kritikan, tidak percaya, minim komunikasi, dll.

Baca juga: Suami Terbukti Selingkuh, Cerai atau Tidak?

Akibatnya, perasaan istimewa tersebut hilang yang bisa terjadi dalam tiga tahap berbeda.

Ilustrasi perceraian.PEXELS/RODNAE PRODUCTION Ilustrasi perceraian.
Pada tahap awal, kita cederung mencari kekurangan pasangan, muncul perasaan terluka, harga diri rendah, dan marah meskipun biasanya masih diwarnai optimisme akan hubungan.

Tahap selanjutnya, pasangan biasanya kecewa, terluka lalu mulai apatis sampai akhirnya muncul perasaan ingin berpisah.

Fase akhir kehilangan rasa biasanya memuncak dengan perasaan muak, hilang kepercayaan, dan hambar sehingga mantap bercerai.

Baca juga: 10 Masalah Besar dalam Pernikahan, Bisa Memicu Perceraian

Berdasarkan pengalamannya menangani konseling perkawinan, Dharmayati yang merupakan jebolan Universitas Indonesia, mengatakan keputusan bercerai biasanya muncul dalam dua tahun setelah perasaan cinta tersebut hilang.

"Padahal bercerai itu sebenarnya adalah keputusan yang berat, sesuatu yang traumatis, karena setelah benar benar bercerai, akan timbul perasaan kesepian, perasaan kehilangan, perasaan gagal bahkan bisa sampai depresi," pesannya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau