Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transportasi Umum buat Bumil di Jabodetabek, Apa yang Masih Kurang?

Kompas.com, 15 September 2024, 21:44 WIB
Nabilla Ramadhian,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

4. Keberasaan lift dan eskalator belum merata

Warga Maja, Lebak, bernama Bila (27) menambahkan, pengadaan lift dan eskalator yang lebih merata di stasiun perlu dilakukan.

Mengingat, banyak ibu hamil yang masih harus bekerja dan terpaksa menggunakan transportasi umum.

"Dengan adanya lift atau eskalator, selain mempermudah ibu hamil untuk naik transportasi umum, juga kan mengurangi risiko terjatuh atau kelelahan," tutur Bila yang juga pengguna setia KRL dan Transjakarta, Jumat.

Pasalnya, ada beberapa stasiun yang hanya menyediakan eskalator dan/atau lift pada satu sisi akses saja. Sedangkan akses di sisi lainnya hanya tersedia tangga.

Misalnya adalah Stasiun Cakung di Jakarta Timur. Lift berkapasitas empat orang hanya tersedia di akses via Jalan I Gusti Ngurah Rai.

Baca juga: 50 Kalimat Afirmasi Positif pada Ibu Hamil agar Bahagia

Sementara itu, akses via Jalan Raya Stasiun Cakung hanya memiliki dua tangga. Masing-masing tangga memiliki 45 anak tangga.

"Stasiun Palmerah juga, di Jalan Palmerah Timur yang sederet sama Menara Kompas. Di situ cuma ada tangga, tapi yang di sisi jalanan seberang dekat Gedung DPR aku enggak begitu merhatiin kondisinya sama atau enggak," kata Bila.

Tangga yang curam bisa membuat ibu hamil dan anak-anak kelelahan, serta dengkul dan kaki gemetar dan terasa lemas. Mereka berpotensi jatuh karena lemas.

Di eskalator, setidaknya ibu hamil dan anak-anak tidak perlu naik dan turun secara manual. Mereka tinggal berdiam diri menunggu tangga bergerak sendiri.

"Naik eskalator bisa dibilang jadi momen istirahat sejenak juga kalau sebelumnya sudah jalan kaki agak jauh. Bisa menghela nafas dulu sebelum lanjut bepergian," Bila berujar.

5. Kurangnya kursi di peron

Tidak semua orang bisa tiba beberapa saat sebelum kereta tiba. Karena satu dan lain hal, mereka harus menunggu cukup lama di peron.

Untuk penumpang prioritas seperti ibu hamil, penyandang disabilitas, dan lansia, kehadiran kursi di peron sangat diperlukan.

Menurut Bila, saat ini jumlah kursi di peron masih belum cukup. Pada satu sisi peron, hanya tersedia sekitar tiga sampai empat kursi panjang.

Baca juga: Ibu Hamil Tidak Boleh Berdiri Terlalu Lama, Ternyata Ini Sebabnya

Pada jam-jam tertentu, jumlah tersebut sangat kurang memadai.

"Kursi di peron sering didudukin sama orang-orang yang sehat, apalagi anak muda. Jadinya penumpang prioritas terpaksa berdiri, apalagi ibu yang hamil muda dan enggak pakai pin," ungkap Bila.

Selain berharap jumlah kursi menunggu bisa lebih banyak, ia juga menilai perlu ada petugas yang bersiaga sehingga penumpang prioritas dapat dipastikan mendapatkan tempat duduk saat menunggu kereta di peron.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau