Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Siswa Menunggak Bayar SPP, Apa yang Harus Dilakukan Sekolah?

Kompas.com, 14 Januari 2025, 09:11 WIB
Tari Oktaviani,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

KOMPAS.com - Kasus siswa dihukum karena belum bayar uang SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) sekolah, bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. 

Pada Oktober 2024 juga terdapat kasus serupa dimana tiga siswa kakak beradik di Pandeglang, Banten, dipulangkan dari sekolah. Orangtua ketiga siswa mengaku, ketiga anaknya dikeluarkan karena menunggak biaya sekolah hingga Rp 42 juta. 

Lalu pada Tahun 2021, seorang anak kelas 4 SD di Sekolah Terpadu Putra 1, Jakarta Timur dikeluarkan dari sekolahnya karena orangtuanya tak mampu melunasi SPP yang ditunggak sejak pertengahan 2020.

Baca juga: Siswa Dihukum karena Tunggakan SPP, Psikolog Ungkap Dampaknya

Melihat kejadian ini, Psikolog klinis dari Analisa Personality Development Center (APDC) Indonesia, Pramudita Tungga Dewi, S.Psi, M.Psi mengatakan jika dalam kasus serupa, maka sekolah harus bertanggung jawab mendampingi psikologis dari siswa yang menjadi korban.

"Sebaiknya pihak sekolah mengambil peran untuk mendampingi siswa, agar kondisi psikologis siswa dapat tertangani, tetap termotivasi untuk sekolah dan menjalankan pendidikan seperti biasanya dengan memberi penguatan dan dukungan positif," paparnya kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2025). 

Bukan kesalahan siswa

Kasus orangtua yang belum bisa membayar uang sekolah, kata Pramudita bukanlah kesalahan siswa di sekolah. 

Siswa yang bersekolah tugasnya hanya perlu belajar dan bertata krama baik di sekolah. Selebihnya bukan menjadi urusan siswa.

Pihak Sekolah, kata Pramudita, sebaiknya membuat peraturan yang jelas dan dapat tersampaikan kepada wali murid dengan baik, termasuk di dalamnya adalah mengenai administrasi keuangan (SPP).

"Pihak sekolah juga mulai membangun komunikasi dua arah secara positif kepada para wali murid, agar setiap masalah yang terjadi di lingkup sekolah dapat dimusyawarahkan dengan baik dan efektif, sehingga meminimalisir munculnya kasus-kasus seperti yang sedang terjadi saat ini," katanya. 

Jika kasus sudah terlanjur viral, maka dikhawatirkan akan ada efek psikologis kepada siswa seperti merasa malu, tidak percaya diri, bahkan stress dan depresi. 

Oleh sebab itu, Ia menyarankan dalam kasus demikian, sekolah seharusnya tidak melibatkan anak, seperti memberikan hukuman berupa duduk di lantai atau diskors dari sekolah.

Baca juga: Siswa Dihukum Duduk di Lantai karena Tunggak SPP, Bisa Berdampak pada Hubungan Sosialnya

"Karena kasus ini menimbulkan dampak negatif pada siswa dan orangtua yang bersangkutan, pihak sekolah sebaiknya secara khusus melakukan negosiasi dengan wali murid dari siswa yang bersangkutan," tuturnya.

"Untuk menyelesaikan permasalahan administasi SPP yang belum terbayarkan, pihak sekolah jangan melibatkan siswa pada prosesnya," imbuh Pramudita. 

Diketahui sebelumnya seorang siswa kelas 4 SD di Yayasan Abdi Sukma, Medan dihukum oleh guru inisial H dengan cara duduk di lantai saat jam belajar.

Hukuman tersebut karena siswa menunggak uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama tiga bulan. 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau