KOMPAS.com - Memiliki ibu mertua yang menyebalkan, seperti suka membanding-bandingkan dan mengatur kondisi menantu yang hamil, bisa berdampak buruk bagi ibu hamil yang hendak melahirkan.
Ibu hamil bisa merasa bahwa apa pun yang sudah dilakukan demi menjaga kesehatan janin masih kurang karena terus dikomentari oleh ibu mertua, dan pada akhirnya merasa tidak dihargai.
Baca juga: Viral Video Ibu Mertua Marahi Menantunya yang Kesakitan Saat Melahirkan, Begini Kata Psikolog
Menurut psikolog klinis dewasa Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi., yang berpraktik di lembaga Jaga Batin di Bandung, Jawa Barat, penting bagi ibu hamil team up dengan suami dalam menghadapi mertua seperti itu, terutama saat menjelang persalinan.
Menjelang persalinan, istri butuh perlindungan dari tekanan ibu mertua. Suami berperan penting sebagai penengah dan penyampai pesan yang efektif.Adelia menerangkan, suami harus menjadi jembatan antara ibunya dan istrinya. Ia adalah sosok yang wajib menjadi garda terdepan dalam melindungi istrinya.
“Karena kita sebagai menantu pun pasti masih punya jarak dengan mertua. Yang bisa menjadi garda terdepan yang suami daripada kita yang mungkin bakal serba salah kalau mau komentar atau speak up,” ucap Adelia, Minggu (3/8/2025).
Suami adalah anak ibu mertua sehingga ia diharapkan lebih memahami cara berbicara yang tepat kepada ibunya agar tidak menyinggung atau membuatnya sakit hati.
Dengan demikian, teguran atau pesan dari istri tersampaikan dengan baik.
Baca juga: Tak Hanya Perempuan, Konflik Menantu Laki-laki dan Mertua Juga Bisa Sebabkan Luka Batin
Menjelang persalinan, istri butuh perlindungan dari tekanan ibu mertua. Suami berperan penting sebagai penengah dan penyampai pesan yang efektif.Namun, agar lebih efektif, istri juga perlu terbuka dengan kondisi kehamilannya agar suami memahami apa yang perlu dilakukan, dan perlu disampaikan kepada ibunya.
“Misalnya ibu hamil menyadari memang dia lebih baperan sejak hamil, atau secara fisik gampang banget capek, atau mudah overthinking tentang metode persalinan. Itu perlu disampaikan karena suami enggak merasakan kehamilan, dan tidak semua suami peka,” jelas Adelia.
Istri juga tidak perlu takut untuk menyampaikan perilaku dan ucapan apa saja dari ibu mertua yang memengaruhi kesehatan mentalnya.
Ketika istri terbuka dengan dua hal tersebut, suami jadi lebih tahu apa saja yang bakal berdampak buruk terhadap istri yang sebentar lagi melahirkan.
Misalnya, karena suami sudah tahu istrinya lebih emosional menanggapi omongan orang lain, ia bisa menegur ibunya karena sering mengatakan hal-hal yang tidak pantas kepada istrinya.
Di antaranya adalah membandingkan kondisi kehamilan menantu dengan dirinya atau orang lain, mencela metode persalinan yang dipilih, dan tidak berempati dengan rasa sakit yang dialami menantu sepanjang kehamilan.
“Ketika suami aware dengan kondisi kehamilan istri, dia bisa pasang badan untuk membela istri dan memvalidasi perasaan istri, apalagi sebentar lagi istrinya mau melahirkan. Sebenarnya, yang paling utama kalau berkaitan dengan mertua, ya peran suami,” terang Adelia.
Baca juga: