JAKARTA, KOMPAS.com - Menurut Harry Halim, perkembangan tren fashion tahun 2026 akan sangat berganting dengan karakter masing-masing brand (jenama).
Menurutnya, setiap label memiliki pendekatan yang berbeda dalam menentukan arah desain, apakah akan bergerak ke gaya eksperimental, kembali ke klasik, atau berfokus pada konsep sustainability (keberlanjutan).
Baca juga:
“Kayaknya itu semua tergantung kita sendiri ya. Tergantung brand juga,” ujar Harry setelah show Spring/Summer Collection 2026 11/11 di The Brickhall Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025).
Dalam beberapa tahun terakhir, industri fashion (mode) menunjukkan pergeseran yang dinamis. Sejumlah label mulai mengeksplorasi desain eksperimental, sedangkan lainnya kembali pada gaya klasik.
Pada saat yang sama, tren mode berkelanjutan semakin menonjol seiring meningkatnya kesadaran konsumen akan dampak lingkungan dari produksi massal.
Dua babak yang dibalut dengan transisi warna hitam ke warna pastel dalam Spring/Summer Collection 2026 karya Harry Halim yang digelar di Brickhall Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025).
Harry mendukung prinsip berkelanjutan, tapi ia menilai bahwa penerapan konsep sustainable fashion (fesyen berkelanjutan) dalam industri ini, terutama pada ranah luxury design (desain mewah), masih menghadapi tantangan besar.
“Saya orangnya sangat mendukung sustainable (berkelanjutan). Tapi, banyak kali sustainable itu,” kata Harry.
Ia menjelaskan, konsep sustainability sering kali terdengar ideal, tapi penerapannya di industri fesyen masih kompleks.
Banyak desainer berupaya menggunakan bahan ramah lingkungan atau proses produksi yang efisien, tapi hasil akhirnya tidak selalu bisa memenuhi standar estetika dan kualitas yang diharapkan pasar.
“Terutama kalau mau dibilang udah recycle (daur ulang), udah hemat gitu, ambil kainnya udah ada blablabla. Sama juga, kita me-reproduce (mereproduksi), kita memperbanyak. Jadi, menurut saya tuh enggak akan bisa kalau di fashion industry ini sebenarnya,” jelas Harry.
Baca juga: