Kasus SMAN 72 menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap konsumsi digital anak perlu dilakukan secara lebih serius, tidak hanya setelah sesuatu terjadi.
Menurut Grace, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan orangtua:
1. Aktifkan fitur keamanan digital
Orangtua dapat memanfaatkan parental control di perangkat maupun platform digital untuk menyaring konten yang tidak sesuai usia. Pengaturan ini membantu membatasi akses anak terhadap video, game, atau situs dengan unsur kekerasan.
2. Dampingi anak saat mengakses konten
Pendampingan penting agar orangtua bisa mengamati reaksi anak dan memberikan penjelasan ketika diperlukan. Dengan mendampingi, orangtua dapat membantu anak memahami mana perilaku yang patut ditiru dan mana yang tidak.
Baca juga: Belajar dari Kasus Bullying Timothy, Psikolog: Empati itu Bentuk Tanggung Jawab Moral
3. Sortir jenis konten yang dikonsumsi
Orangtua perlu mengetahui apa saja yang ditonton anak, termasuk genre, frekuensi, dan pesan di dalamnya. Jika terdapat konten yang tidak sesuai, orangtua dapat mengarahkannya ke tontonan alternatif yang positif dan edukatif.
4. Pantau perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari
Perubahan emosi atau perilaku yang signifikan, seperti menjadi lebih mudah marah atau menunjukkan ketidakpedulian pada orang lain, perlu segera dicermati. Pemantauan ini membantu orangtua mendeteksi dampak negatif sejak dini.
5. Hentikan akses jika sudah berpengaruh buruk
Jika konten tertentu dinilai memperburuk perilaku anak, ia menyarankan agar orangtua tidak ragu menghentikan akses tersebut. Pembatasan perlu dilakukan dengan komunikasi yang jelas agar anak memahami alasannya.
Baca juga: Cara Mengajarkan Empati pada Anak di Tengah Gejolak Politik Menurut Psikolog
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang