Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Banyak perempuan memasuki dunia keibuan dengan beban ekspektasi yang nyaris mustahil dipenuhi. Ibu diharapkan selalu sabar, selalu hadir, selalu produktif, mampu mengurus rumah, karier, anak, pasangan, sekaligus menjaga kesehatan mental dan fisik tanpa keluhan.
Setiap kesalahan kecil terasa seperti kegagalan besar karena tekanan untuk menjadi “ibu sempurna” datang dari berbagai arah, tetapi yang paling membebani mungkin jika berasal dari ibu kandung sendiri.
Pengalaman tersebut juga dialami Kartika, ibu satu anak, yang merasakan tuntutan besar dari orang terdekatnya, yaitu sang mama.
“Jujur, aku ngalamin banget ekspektasi yang berat dari mamaku sendiri. Sesimpel misalnya anakku jatuh, ‘Kok bisa-bisanya jatuh? Emangnya enggak dilihatin?,” ucap dia saat dihubungi oleh Kompas.com pada Sabtu (29/11/2025).
Baca juga: Apa Bedanya Hari Ibu Nasional dan Internasional? Ini Penjelasannya
Selain suami, Kartika menganggap mamanya adalah support system kedua, tetapi ironisnya kehadirannya justru jadi salah satu penyebab stres. Menurut dia, standar yang ditetapkan oleh ibunya untuk dirinya sangat berat. Kartika harus menjadi sosok ibu yang sempurna, tidak peduli bahwa ia adalah seorang ibu baru.
“Jadi ibu itu harus serba bisa, dan semuanya harus serba tahu. Ekspekstasi tertentu ini ya datang dari orangtuaku sendiri,” lanjut dia.
Kartika adalah seorang ibu rumah tangga (IRT) sejak anak berusia tujuh bulan. Sebelumnya, ia adalah seorang ibu pekerja.
Seperti ribuan ibu pekerja lainnya, Kartika juga menghadapi "drama" mencari pengasuh untuk buah hatinya, Baskara, selama ia bekerja. Ia tak bisa meminta bantuan mamanya karena masih aktif bekerja juga.
Menitipkan anak di daycare tak masuk dalam opsinya karena pertimbangan biaya. Akhirnya Kartika pun memilih berhenti bekerja untuk mengurus Baskara di rumah.
Baca juga: Cerita Kartika Menghadapi Rasa Bersalah sebagai Ibu dan Keputusannya Melepaskan Karier
Kartika, seorang ibu yang masih berjuang melawan pikirannya sendiri yang mengatakan bahwa ia belum cukup baik menjadi seorang ibu.
Sering kali, ekspektasi datang dengan tanpa mengetuk pintu. Ia menyelinap lewat komentar yang mungkin dirasa ringan, tetapi cukup menjengkelkan.
Kartika termasuk ibu yang menerapkan gaya pengasuhan masa kini, mengikuti ilmu tumbuh kembang anak yang semakin maju.
Kendati demikian, tidak semua kakek dan nenek berkenan untuk mengikuti gaya pengasuhan saat ini sehingga sering muncup perdebatan.
“Contohnya dulu anak pakai baby walker, dan sekarang sudah enggak boleh. Nah, (ada omongan) ‘Dulu anak-anak mama pakai baby walker enggak apa-apa’. Ada debat-debat kayak gini,” ungkap dia.
Baca juga: Tips Kompak dengan Pasangan Soal Pola Asuh Anak
Memiliki anak usia balita yang sedang aktif adalah pekerjaan penuh waktu yang bisa sangat melelahkan. Tanpa bantuan dari sekitarnya, hal ini bisa membuat seorang ibu burn out.
Kartika pun menyadari bahwa ia butuh jeda dan waktu untuk dirinya sendiri. Namun, ia merasa sang mama kurang mendukungnya dan sulit dimintai tolong untuk bergantian menjaga Baskara.