Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perbaikan Gizi Anak Stunting Perlu Diteruskan Setelah Usia 2 Tahun

Kompas.com, 24 Maret 2019, 11:00 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut jumlah stunting di Indonesia masih sangat tinggi. Meski sudah bisa diturunkan dari 37 persen jadi 30 persen, idealnya angka stunting tak lebih dari 20 persen.

Stunting pada anak-anak bukan hanya menyebabkan postur tubuhnya kerdil, tapi juga menyebabkan berkurangnya kecerdasan dan risiko penyakit tidak menular di usia dewasa.

Walau pemerintah sudah melakukan berbagai cara, namun angka stunting tetap tinggi.

Baca juga: Sama-sama Bertubuh Pendek, Apa Beda Stunting dan Orang Kerdil?

Pertanyaan mengenai strategi jitu untuk mengatasi stunting juga mengemuka dalam debat ketiga antara Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Ma’ruf Amin dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno.

Kedua calon wakil presiden mengungkapkan strategi yang akan mereka lakukan untuk masa 5 tahun mendatang.

Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia, Ir.Ahmad Syafiq, PhD, menyampaikan, diangkatnya stunting dalam isu debat menunjukkan masalah gizi sekarang mendapat perhatian luar biasa.

Meski begitu, menurut Syafiq, pemahaman kedua cawapres masih kurang mendalam. Salah satunya mengenai penanganan stunting setelah anak berusia di atas dua tahun.

“Cawapres nomor urut 01 menilai pemberian susu setelah usia dua tahun tidak memberi kontribusi pada pencegahan stunting. Padahal, intervensi gizi setelah dua tahun masih berdampak walau tidak seoptimal bila dilakukan sejak 1000 hari pertama kehidupan,” ujarnya dalam diskusi di Jakarta.

Jendela intervensi gizi, lanjut Syafiq, tidak tertutup pada 1000 hari pertama kehidupan.

Ia merujuk pada penelitian dalam jurnal The Lancet tahun 2017 yang menunjukkan bahwa intervensi setelah 2 tahun masih memberikan dampak, termasuk pada kemampuan kognisi.

“Jadi, tidak benar bila intervensinya hanya terbatas pada usia 2 tahun. Tidak ada istilah terlambat untuk mengatasi stunting,” kata dosen dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ini.

Baca juga: Bahaya Stunting Ketika Berat Badan Bayi Terus Turun

Ilustrasi bayi makanshutterstock Ilustrasi bayi makan

Kecerdasan anak

Pertumbuhan sel-sel otak anak paling pesat terjadi sampai ia berusia 3 tahun. Sekitar 80 persen perkembangan otak terjadi di usia emas ini.

Karena itu, menurut Syafiq sayang sekali jika anak yang stunting tidak terus mendapat perbaikan gizi setelah usia dua tahun.

Penelitian yang membandingkan antara anak stunting yang terus diintervensi gizinya menunjukkan ada penambahan kemampuan kognisi yang cukup signifikan.

“Pertumbuhannya masih bisa dikejar walau tidak optimal. Bahwa tidak mungkin optimal sudah jelas, tapi masih lumayan dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan perbaikan,” ujar Syafiq.

Ditambahkan oleh Sekretaris Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia, Dr.Sandra Fikawati, MPH, sangat disayangkan jika perbaikan gizi dihentikan.

“Dari segi produktivitas dan kompetensi, anak-anak Indonesia akan kalah kalau stunting. Bukan cuma dari segi kecerdasan, tapi tinggi badan pun kalah," kata Fika.

Baca juga: MPASI Pure Sayuran Tak Cukupi Kebutuhan Nutrisi Bayi

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau