Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Co-parenting adalah pengasuhan anak yang dilakukan bersama-sama oleh orangtua yang sudah bercerai.
Pengasuhan bersama tersebut dilakukan untuk memastikan agar anak tetap tumbuh dengan cinta dan perhatian dari ayah dan ibunya, meskipun kedua orangtuanya sudah tidak tinggal seatap.
Namun, tidak semua mantan pasangan bisa diajak berkomunikasi yang sehat. Terkadang, ada mantan suami atau istri yang toksik karena terlalu senang mengontrol, sulit diajak berkompromi dalam membesarkan anak, dan lain sebagainya.
Baca juga: Apa Itu Co-Parenting Seperti yang Dijalani Acha Septriasa
Lantas, bagaimana cara menyikapi mantan pasangan yang toksik saat co-parenting? Berikut penjelasan dari psikolog klinis anak dan remaja Lydia Agnes Gultom, M.Psi. saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/8/2025).
Langkah pertama adalah melakukan tindakan preventif, seperti menetapkan aturan dan batasan yang jelas saat pengasuhan bersama.
“Hal ini biasanya dapat dilakukan ketika dalam proses perceraian hingga putusan pengadilan,” kata Agnes yang berpraktik di Klinik Utama Dr. Indrajana Jakarta Pusat.
Misalnya adalah soal jadwal kunjungan. Jika perlu, buatlah catatan tertulis tentang aturan dan batasan yang disepakati bersama, seperti hari dan jam, serta kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Apabila tidak sempat melakukan tindakan preventif, Agnes menyarankan untuk memfokuskan diri pada anak. Sebab, co-parenting adalah untuk kepentingan anak, bukan diri sendiri maupun mantan pasangan.
“Tetap berusaha menciptakan situasi yang kondusif, dan tidak berkonflik di depan anak,” tutur Agnes yang juga bekerja sebagai Penyuluh Sosial Ahli Muda di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Sebab, anak belum sepenuhnya paham tentang apa yang terjadi pada ayah dan ibunya. Ia hanya ingin menghabiskan waktu dan masa kecilnya ditemani oleh kedua orangtuanya.
Baca juga: Red Flag Vs Green Flag, Ketahui Tanda Hubungan Kamu Sehat atau Toxic
Ketika orangtua berkonflik di depan anak, ditambah sambil menjelekkan, anak bisa kebingungan dan pada akhirnya hanya dekat dengan ayah atau ibunya, atau justru menarik diri dari keduanya.
“Tidak perlu menjelek-jelekkan mantan pasangan di depan anak karena hal itu juga tidak memberikan dampak yang baik bagi kondisi psikologis anak,” terang Agnes.
Kemudian, orangtua juga bisa saling membatasi atau mengurangi interaksi langsung, kecuali untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan anak.
Orangtua juga harus bisa memposisikan diri ketika mereka sedang menjadi ayah dan ibu, dan ketika mereka sedang menjadi mantan suami dan mantan istri.
Maksudnya, ketika sedang bersama dengan anak, ubah pola pikir menjadi “Saya adalah ayah atau ibu yang sedang menemani anak”, bukan “Saya sedang menemani anak bersama mantan suami atau istri”.