Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pola Makan ala Barat Berdampak pada Fungsi Otak

KOMPAS.com - You are what you eat, alias apa yang kita makan akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh kita. Tidak hanya yang terlihat secara fisik, ternyata pola makan juga memengaruhi fungsi otak.

Salah satu pola makan yang dianggap buruk adalah pola makan ala Barat (western).  Dalam temuan yang diterbitkan dalam Royal Society Open Science disebutkan, menerapkan pola makan barat, bahkan hanya dalam waktu satu minggu saja, secara perlahan merusak fungsi otak dan mendorong orang-orang muda yang langsing dan sehat untuk makan berlebih.

Untuk menginvestigasi bagaimana pola makan barat berdampak pada manusia, para peneliti merekrut 110 orang bertubuh kurus dan sehat usia 20 hingga 23 tahun yang cenderung memiliki pola makan yang baik.

Setengahnya secara acak masuk ke kelompok kontrol yang menjalani pola makan normal mereka selama seminggu.

Setengah lainnya menjalani pola makan gaya barat yang berkalori tinggi, dengan makanan seperti wafel Belgia dan makanan cepat saji.

Para peneliti menemukan bahwa setelah seminggu melakukan pola makan tinggi lemak dan tinggi gula, peserta yang berusia 20 tahunan mendapat nilai lebih buruk pada tes memori.

Selain itu, mereka juga cenderung lebih menginginkan junk food ketika sesi makan selesai.

Temuan itu menunjukkan bahwa pola makan ala barat membuat orang lebih sulit untuk mengatur nafsu makan dan di sisi lain menunjukkan adanya gangguan di wilayah otak yang disebut hipokampus.

"Setelah seminggu menjalani pola makan ala barat, seseorang akan lebih menginginkan makanan enak, seperti makanan ringan dan cokelat bahkan ketika merasa kenyang," kata seorang profesor psikologi di Macquarie University, Sydney, Richard Stevenson.

Kondisi tersebut akan membuat seseorang lebih sulit untuk menolak keinginan makan dan menciptakan perilaku makan berlebih.

Pada akhirnya kondisi ini merusak hipokampus, wilayah otak yang terlibat dalam memori dan kontrol nafsu makan.

Penjelasan detil mengenai hal ini memang belum jelas. Namun, salah satu gagasan yang muncul adalah bahwa hipokampus memblokir atau melemahkan ingatan tentang makanan ketika kita kenyang, jadi melihat sebuah kue tidak akan membanjiri ingatan kira dengan ingatan betapa nikmatnya kue itu.

"Ketika hippocampus berfungsi kurang efisien, kita akan dibanjiri kenangan sehingga makanan jadi lebih menarik," kata Stevenson.

Ia percaya bahwa pada saatnya pemerintah akan mendapat tekanan untuk memberlakukan pembatasan pada makanan olahan, seperti halnya dalam pengaturan rokok.

Sebab temuan ini menunjukkan bahwa makanan olahan dapat menyebabkan gangguan kognitif halus yang mempengaruhi nafsu makan serta membuat orang-orang muda dan sehat makan berlebih.

"Ini menjadi temuan yang mengkhawatirkan bagi semua orang," katanya.

Dalam jangka panjang, pola makan ala barat berkontribusi pada obesitas dan diabetes, dua kondisi yang berkaitan dengan penurunan kinerja otak dan risiko terkena demensia.

Rachel Batterham, profesor obesitas, diabetes dan endokrinologi di University College London yang tidak terlibat dalam penelitian ini menjelaskan, temuan tersebut bisa menjadi pintu masuk untuk menyelidiki apakah pola makan ala barat benar dapat merusak ingatan dan kontrol nafsu makan pada manusia.


https://lifestyle.kompas.com/read/2020/02/21/095031820/pola-makan-ala-barat-berdampak-pada-fungsi-otak

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com