Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Riset Ungkap, Tidak Semua Susu Nabati Lebih Sehat dari Susu Sapi

KOMPAS.com - Beralih ke susu nabati telah menjadi tren yang semakin populer dalam beberapa tahun terakhir.

Setidaknya beberapa hal menjadi alasan yang membuat masyarakat lebih memilih minum susu nabati daripada susu sapi.

Mulai dari masalah kesehatan, diet, gaya hidup, kesadaran lingkungan termasuk anggapan susu nabati lebih sehat dari susu sapi.

Tapi sebenarnya, apa sudah yakin kalau susu nabati itu benar-benar lebih sehat dari susu sapi?

Susu nabati vs susu sapi

Secara umum, susu nabati memiliki profil nutrisi tersendiri yang menyehatkan bagi tubuh. Kebanyakan makronutrien yang tersedia pada susu jenis ini tergantung dari bahan apa susu itu dibuat.

Beberapa dari variannya pun ada yang diperkaya dengan nutrisi lain yang membuatnya terlihat lebih sehat dari susu sapi.

Namun faktanya, menurut analisis gizi dari Universitas Minnesota, hanya 12 persen dari 237 produk susu nabati yang mengandung tiga nutrisi utama yang sebanding dengan susu sapi.

Ketiga nutrisi yang dimaksud itu adalah kalsium, vitamin D, dan protein.

Dalam hal ini, susu sapi telah lama menjadi sumber protein, kalsium dan vitamin D dan nutrisi itu telah menjadi kebutuhan utama.

Sedangkan, menurut pedoman diet tahun 2020-2025 di AS, kekurangan kalsium dan vitamin D dapat memicu sejumlah gangguan pada kesehatan.

Melihat fakta hanya sebagian dari susu nabati di pasaran (khususnya di AS) yang memiliki profil gizi utama setara dengan susu sapi, penikmat susu nabati disarankan untuk menambah asupan nutrisi dari sumber makanan sehat lainnya.

Kabar baiknya, sebagian besar produk susu berbasis almond, oat, dan kedelai yang diteliti, sekitar 69 persen diperkaya dengan kalsium dan vitamin D (tapi tidak untuk protein).

"Ketika susu nabati ditambahkan kalsium dan vitamin D, tingkat dan kadar gizinya mirip seperti susu sapi," demikian tertulis dalam penelitian itu.

Meski kalsium dan vitamin D bisa setara, namun hanya sedikit produk susu nabati yang kadar proteinnya sama dengan susu sapi.

Tips memenuhi kebutuhan tiga nutrisi penting

Melalui penelitian itu, Abigail Johnson, PhD, RD, asisten profesor gizi di University of Minnesota, mengimbau agar tidak mengandalkan susu nabati sebagai asupan nutrisi utama.

Bila perlu, kita harus melihat label nutrisi sebelum membeli susu nabati.

"Jika nilai gizinya kurang, bisa dipertimbangkan untuk menambah sumber kalsium dan vitamin D dari makanan lainnya," kata dia.

Misalnya pemenuhan asupan protein, beberapa rekomendasi makanannya meliputi daging tanpa lemak, telur, ikan, makanan laut hingga keju.

Atau tambahkan juga konsumsi protein nabati seperti dari kacang-kacangan, biji-bijian, lentil, kacang polong, tahu, tempe, edamame dan masih banyak lagi.

Kemudian untuk kalsium, pilihan makanannya bisa berupa sarden, sayuran berdaun hijau, yogurt dan lain-lain.

Sementara itu konsumsi vitamin D yang cukup bisa diperoleh dari jamur hingga ikan berlemak.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/09/13/070000020/riset-ungkap-tidak-semua-susu-nabati-lebih-sehat-dari-susu-sapi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com