Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

47 Persen Orang Indonesia Punya Perilaku Makan secara Emosional

 

KOMPAS.com - Sebagian besar masyarakat Indonesia rupanya masih memiliki gaya hidup buruk, terutama soal pemenuhan gizi harian melalui perilaku makan.

Menurut penelitian terbaru yang digagas Health Collaborative Center (HCC), perilaku makan orang-orang di Indonesia masih jauh dari kata mindful eating (makan dengan penuh kesadaran).

Studi bertajuk Mindful Eating Study tersebut dilakukan pada 1.158 responden dari 20 provinsi seluruh Indonesia, dan menghasilkan temuan penting yang menunjukkan, 47 persen atau empat, lima dari 10 orang Indonesia memiliki perilaku emotional eater, atau makan secara emosional.

Jika merujuk maknanya, makan secara emosional adalah kebiasaan seseorang yang kerap menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi dan mengendalikan emosinya, bukan makan karena lapar untuk memenuhi kebutuhan gizi.

"Ini adalah tanda awas yang serius, karena perilaku makan emosional bisa meningkatkan risiko stres dan mengganggu potensi asupan gizi seimbang hingga memicu gangguan kesehatan mental," kata pendiri dan Ketua Tim Peneliti HCC, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH dalam keterangan persnya kepada Kompas.com, Jumat (26/1/2024).

Lebih lanjut, Ray menjelaskan, meskipun jumlah orang Indonesia yang memiliki perilaku makan yang baik (mindful eating) sama banyaknya dengan emotional eater, temuan lain dari survei mengatakan, mereka yang memiliki perilaku makan secara emosional berisiko 2,5 kali lipat mengalami stres tingkat sedang dan berat.

"Artinya, perilaku makan emosional memberi dampak buruk yang beragam, mulai dari potensi gangguan kejiwaan, asupan gizi tidak memadai, turunnya daya tahan tubuh, dan kemudian kondisi ini memperparah perilaku makan emosional itu sendiri," jelas Dr Ray yang merupakan pengajar di Kedokteran Kerja dan Komunitas FKUI.

Pada kasus emotional eater yang lebih parah (very emotional eater), sebaiknya orang tersebut dianjurkan untuk konsul ke praktisi medis atau ahli agar perilaku makan dan status gizinya dipantau lebih lanjut.

Perempuan berisiko tinggi memiliki pola makan emosional

Fakta lain dari survei yang juga dianalisis oleh Research Associate Yoli Farradika, MEpid ini adalah terkait usia orang Indonesia yang memiliki perilaku emotional eating.

Survei menunjukkan, sekitar 49 persen orang dengan pola makan emosional adalah mereka yang berusia di bawah 40 tahun, dan perempuan, dengan risiko menjadi emotional eater mencapai 2 kali lipat.

Begitu pun dengan kondisi diet yang dijalani. Survei itu menemukan, hampir 60 persen orang yang memiliki perilaku makan emosional adalah mereka yang sedang melakukan pola diet, mulai dari diet keto, intermittent fasting, diet golongan darah, hingga diet puasa waktu tertentu.

Hal ini merupakan faktor risiko yang perlu dipelajari lantaran mengingat kecenderungan adanya pola diet yang marak terjadi di masyarakat Indonesia akibat promosi dan publikasi terbuka lewat media.

Bentuk pergeseran gaya hidup

Dr Ray juga mengatakan, beberapa faktor yang membuat tingginya jumlah orang yang memiliki perilaku emotional eater di Indonesia adalah bagian dari pergeseran gaya hidup di masyarakat modern, peer-pressure (tekanan sosial), status kesehatan jiwa hingga informasi ukuran standar perilaku makan, serta tips kesehatan yang tersebar di media sosial tanpa dilengkapi dengan fakta ilmiah (lebih cenderung ke hoaks).

Melalui survei ini pula, masyarakat perlu mengedepankan pentingnya edukasi, konseling, dan promosi kesehatan komprehensif terkait pola dan perilaku makan yang baik dan benar.

Berbagai langkahnya tak hanya mengacu pada isi atau jenis makanan serta kandungan gizi saja, tetapi juga harus memasukkan aspek perilaku makan agar kesehatan mental tetap terjaga dengan baik.

"Tentu saja, masyarakat harus memiliki perilaku makan yang mindful dan bukan stressful atau emotional. Dampak dari gaya hidup atau pola makan itu sangat luas karena bisa mengarah pada gangguan kesehatan mental juga," papar Dr Ray.

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/01/26/113916320/47-persen-orang-indonesia-punya-perilaku-makan-secara-emosional

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com