Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan Hidup Memaksa Perempuan untuk Maju

Kompas.com - 20/03/2012, 18:28 WIB

KOMPAS.com - Meski beragam kasus ketidakadilan dan diskriminasi terhadap perempuan masih terus berlangsung, dan belum memperoleh solusi yang tepat, para perempuan sekarang ini sudah semakin berani bersuara untuk memberantas segala tindak diskriminasi terhadap kaumnya. Mereka semakin tergugah untuk memperjuangkan kehidupan dan hak hidup yang lebih baik bagi dirinya.

Namun menurut Yenny Wahid, Direktur The Wahid Institute, perjuangan untuk mensejajarkan hak perempuan dan laki-laki harus terus diupayakan. "Karena masih banyak perempuan, khususnya perempuan di pedesaan, dan rakyat kecil, yang masih mengalami diskriminasi yang tak terlihat," ungkapnya dalam acara "The Path Forward" di Hotel Mandarin, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Yenny, tingginya masalah yang dialami para perempuan pedesaan sehingga menimbulkan diskriminasi dalam hal-hal vital seperti kesehatan, ekonomi, sampai pekerjaan, disebabkan oleh adat yang mengikat, rendahnya pendidikan, sampai kemiskinan.

Potret perempuan desa
Kemiskinan yang dialami jutaan keluarga di pedesaan ini secara tak langsung mengakibatkan kesejahteraan yang buruk untuk perempuan dalam keluarga. "Di desa, perempuan masih memiliki kedudukan yang sangat rendah, dan karena masalah adat yang masih kuat, banyak perempuan yang cenderung pasrah menghadapi ketidakadilan ini. Perjuangan ini harus dimulai dari diri mereka sendiri, dan jangan mengandalkan orang lain," tukas Yenny. 

Tak jarang muncul anggapan bahwa perempuan hanya menjadi semacam "alat reproduksi", dimana peran perempuan hanyalah hamil, melahirkan, dan mengasuh anak. "Perempuan juga tidak diperhatikan kesehatannya. Yang penting anak lahir dan sehat, sementara ibunya tidak dipedulikan. Tak heran jika angka kematian ibu melahirkan di desa sangat tinggi," papar Dian Kartika Sari, Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia dalam acara International Women's Day di Universitas Katolik Atmajaya Jakarta.

Namun beberapa tahun belakangan ini, perempuan cenderungsemakin berani untuk mendobrak berbagai aturan yang merugikan dan merendahkan, termasuk dalam dunia kerja. "Awalnya memang sulit untuk lebih berani memperjuangkan hak kita sendiri sebagai perempuan, namun jika sudah menyangkut masalah ketidakadilan sudah seharusnya kita berani memperjuangkannya karena pria dan wanita punya hak hidup yang sama," ujarnya.

Untuk melenyapkan belenggu ketidakadilan dan membebaskan diri dari perilaku diskriminasi, diperlukan keinginan yang kuat, motivasi, dan usaha kaum perempuan sendiri.

Tuntutan hidup
Yenny menilai, seiring berjalannya waktu, perempuan akan semakin berani untuk menyuarakan hak-hak mereka. Hal ini disebabkan semakin terbukanya pikiran mereka akan pentingnya persamaan hak hidup setiap manusia. "Selain itu, pada 9-10 tahun ke depan, tuntutan hidup yang semakin tinggi juga akan sedikit memaksa perempuan untuk lebih berani mendapatkan kemajuan dalam hidupnya, karena adanya desakan ekonomi yang tinggi," jelasnya.

Meski begitu, hambatan untuk mencapai kesetaraan derajat laki-laki dan perempuan juga masih tetap akan dialami, sebagian hambatan tersebut datang dari kaum pria. Pria-pria seperti ini masih memiliki paradigma bahwa perempuan seharusnya tetap berperan di ranah domestik, seperti mengurus anak dan mengurus dapur.

"Stigma klasik inilah yang harus dihapuskan dari otak pria, sehingga seharusnya ada sesi edukasi khusus untuk para pria, dan empower man untuk menghilangkan stigma ini, dan berpikir lebih modern," sarannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com