Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Industri Jamu Domestik

Kompas.com - 17/11/2012, 02:49 WIB

Perwakilan Dewan Pimpinan Daerah Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional berkumpul di Aula Sasono Wiwoho, Jalan Ki Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/11). Mereka datang dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Aceh.

Sejumlah tantangan industri jamu domestik dirembuk pada Rapat Kerja Nasional Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional (GP Jamu) yang mengusung tema ”Meningkatkan Peran Industri Jamu sebagai Warisan Budaya untuk Industri Masa Depan”.

Ketua Umum GP Jamu Charles Saerang menuturkan, salah satu tantangan yang kini dihadapi adalah adanya rencana harmonisasi obat tradisional di tingkat ASEAN serta pemberlakuan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) tahun 2012. Tantangan muncul karena melalui dua hal tersebut setiap negara akan berlomba-lomba mengembangkan obat herbalnya.

”Ironisnya, dampak dari harmonisasi ini, Pemerintah Indonesia justru menerbitkan berbagai peraturan yang memberatkan industri jamu dalam negeri, terutama pengusaha jamu kecil,” kata Charles.

Setelah terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 6/2012 tentang Izin Obat Tradisional dan Permenkes No 7/2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, sejumlah pengusaha jamu di daerah diintimidasi oleh oknum instansi karena belum mengurus izin ulang. Padahal, dalam peraturan tersebut batas waktunya jelas disebutkan.

Menurut Charles, banyak persyaratan dalam Permenkes No 7/2012 yang sulit dipenuhi anggota GP Jamu. Permenkes No 386/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Tradisional juga dirasa membelenggu pengusaha jamu dalam negeri.

Sejumlah pengusaha jamu dikhawatirkan gulung tikar karena tak mampu memenuhi ketentuan cara pembuatan obat tradisional yang baik seperti diatur dalam peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang wajib cara pembuatan obat tradisional yang baik.

Ketua Bidang Industri dan Perdagangan GP Jamu Putri K Wardani menuturkan, ditinjau dari sisi ekonomi, industri jamu Indonesia berpeluang menjadi pemain dunia yang signifikan.

”Tetapi dengan syarat hubungan akademisi, bisnis, dan pemerintahnya berjalan baik, sinkron, sehingga kebijakan bisa fokus, berpihak, mengacu pada kepentingan industri jamu,” ujar Putri.

Merujuk data Kementerian Perindustrian, data penjualan industri jamu nasional selama lima tahun terakhir naik 120 persen, yakni dari Rp 5 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp 11 triliun pada tahun 2011. Pertumbuhan hingga akhir tahun diperkirakan naik di kisaran 17 persen-18 persen, yakni ke tingkat Rp 13 triliun.

”Di sisi lain, kenaikan impor herbal asing, menurut data Surveyor Indonesia, melambung pesat 73 persen di tahun 2012 dibandingkan tahun lalu. Itu belum termasuk jamu ilegal yang beredar di pasaran dengan tidak menggunakan label berbahasa Indonesia,” ujar Putri.

Indikasi tersebut membuktikan permintaan jamu dari pasar dalam negeri masih sangat besar. Sayangnya, Putri melanjutkan, kebijakan pemerintah belum banyak yang pro pada industri lokal.

Aturan perundang-undangan yang cenderung membebani industri lokal, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan bahan bakar minyak, dan aturan yang cenderung kaku di dalam penggunaan bahasa promotif di label serta iklan dinilai sedikit banyak menurunkan daya saing industri jamu dalam negeri.

Menurut Putri, untuk menghadapi persaingan global, hal yang cenderung menghambat daya saing harus ditiadakan atau setidaknya diminimalkan. ”Kami sebagai pelaku usaha membutuhkan dukungan konkret pemerintah untuk melawan produk impor yang masuk pasar dalam negeri. Dengan demikian, pelaku industri jamu luar negeri yang mendapat bantuan dari pemerintahnya masing-masing dapat kami hadapi secara kompetitif,” tuturnya.

Dukungan ini penting mengingat banyaknya industri jamu. Berdasarkan data terakhir GP Jamu, saat ini ada 1.166 industri obat tradisional, terdiri dari 130 industri kategori besar dan 1.036 lainnya merupakan industri kecil obat tradisional, termasuk industri rumah tangga.

(C Anto Saptowalyono/Siwi Yunita Cahyaningrum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com