Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Komunitas Jadi Solusi

Kompas.com - 17/06/2013, 03:05 WIB

Oleh Try Harijono

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ada baiknya belajar dari London soal penanganan permukiman kumuh di pinggir kali. Permukiman kumuh di pinggir Sungai Thames yang sangat tersohor di Inggris itu kini menjadi kawasan yang sangat nyaman dan tertata apik. Penataan itu dilakukan oleh komunitas.

Sebelum tahun 1984, kawasan di pusat kota London yang terletak antara Stamford Street dan Waterloo Bridge itu merupakan kawasan permukiman padat, kumuh, dan rawan banjir. Bangunan-bangunan tua sisa Perang Dunia II telantar. Pelabuhan sungai pun tidak terpelihara baik. Karena itu, Pemerintah Kota London berencana membangun kawasan seluas 13 hektar itu menjadi apartemen mewah.

Namun, upaya tersebut ditentang masyarakat karena pasti akan menggusur permukiman mereka. Setelah dilakukan negosiasi dan masyarakat bisa meyakinkan bahwa mereka bisa menata kawasan itu dengan baik, pemerintah kota setuju.

Masyarakat tidak sekadar berjanji. Masyarakat yang tergabung dalam Coin Street Community Builders patungan membeli tanah seluas 13 hektar. Di atas lahan tersebut kemudian tahun 1987 dibangun rumah susun, tetapi lantai satu khusus untuk toko, rumah makan, kafe, dan sebagainya. Adapun lantai dua digunakan untuk galeri barang-barang seni yang dibuat oleh masyarakat sekitar dan sejumlah studio desain.

Kawasan itu dilengkapi dengan arena bermain anak-anak, taman yang sangat nyaman, termasuk deretan kursi-kursi yang menghadap ke Sungai Thames. Masyarakat juga bisa menikmati makan siang atau makan malam di restoran yang terletak di tepi Sungai Thames sambil menyaksikan kapal-kapal sungai yang lalu-lalang.

Saking indahnya pemandangan di kawasan tersebut, sejumlah studio televisi dan film kemudian melakukan shooting film. Hasil sewa kawasan kemudian digunakan komunitas untuk biaya perawatan taman dan kawasan.

Kawasan rumah susun lengkap yang dinamakan Oxo Tower Wharf tersebut dibangun oleh Coin Street Community Builders bekerja sama dengan South Bank Inggris. Kini kawasan tersebut menjadi contoh keberhasilan penataan kawasan oleh komunitas dan mendapat berbagai penghargaan internasional, termasuk The Royal Fine Art Commission tahun 1997.

Gerakan komunitas

Keberhasilan menata kawasan kumuh menjadi kawasan permukiman yang nyaman di London hanyalah salah satu contoh keberhasilan gerakan komunitas di Inggris. Menghadapi satu masalah, mereka tidak sekadar mengeluh atau berunjuk rasa menuntut peran pemerintah. Namun, mereka langsung melakukan langkah nyata.

”Banyak kalangan menilai, di London sudah tak ada masalah sosial karena fasilitas kota, transportasi, kesehatan, dan pendidikan sudah tersedia dengan baik. Padahal, di bawah permukaan, masih ada masalah- masalah lain yang harus ditangani dan itu kemudian efektif ditangani komunitas,” kata Tommy Hutchinson, pendiri dan CEO i-genius.

I-genius merupakan gerakan komunitas berbasis entrepreneur sosial yang membuka jaringan seperti Facebook atau LinkedIn, tetapi khusus untuk pelaku kewirausahaan sosial. ”I-genius mendorong pelaku kewirausahaan sosial di seluruh dunia untuk berkolaborasi,” katanya, yang kini jaringannya sudah merambah di sekitar 200 negara.

Di London, misalnya, sewa tempat untuk perkantoran sangat mahal. Padahal, tempat yang dibutuhkan untuk bisnis tertentu tak terlalu besar. Menjadikan rumah untuk kantor, apalagi untuk surat menyurat, juga terkesan tidak profesional. Di sisi lain, banyak bangunan tua milik pemerintah yang tidak digunakan. Menjembatani kenyataan itulah muncul komunitas berbasis kewirausahaan sosial HUB-Islington London.

Mereka menyewa bangunan tua yang tidak terpakai, lalu digunakan bersama-sama oleh komunitas. ”Kami menyediakan tempat, jaringan internet, telepon, faksimile, printer, scanners, dapur, dan fasilitas lain sesuai kebutuhan,” kata Anna Levy, Manajer HUB-Islington yang kini sudah memiliki sekitar 5.000 anggota di 30 negara.

Diterapkan di Indonesia

Ada lagi Clear Village, yakni gerakan kewirausahaan sosial yang menghimpun berbagai ahli dan profesional untuk menghadapi satu persoalan tertentu di masyarakat. Komunitas itu misalnya menangani Walled Garden di Bedfords Park, London. Taman peninggalan tahun 1770 itu menjadi pusat inovasi hortikultura pada zamannya tetapi telantar sejak 1999.

”Berbagai profesional yang yang tergabung dalam Clear Village kemudian menangani sehingga menjadi bagus kembali,” kata Alice Holberg, Direktur Operasi dan Pengembangan Clear Village.

Ada pula gerakan kewirausahaan sosial Bike Works. Asalnya gerakan ini perusahaan penjualan sepeda, kemudian mendirikan perusahaan baru berbentuk kewirausahaan sosial, seperti melatih anak-anak pengangguran dan orang yang baru keluar dari penjara. Uniknya, perusahaan ini juga menyewakan alat-alat untuk memperbaiki sepeda kepada anggota. ”Jika tidak bisa memperbaiki sendiri, barulah ditangani montir profesional,” kata Jim Blakemore, pimpinan Bike Works.

Berbagai bentuk kewirausahaan sosial yang ada di London ini sangat mungkin diterapkan di Indonesia. Karena itulah, British Council Indonesia mengajak para pemenang Kompetisi Kewirausahaan Sosial 2012 ke London. ”Melalui kunjungan ini, diharapkan wawasan peserta semakin terbuka dan bisa berinovasi untuk membuat Indonesia yang lebih baik,” kata Ari Susanti, Program Manajer British Council Indonesia.

”Kami punya keyakinan penuh karena peserta adalah generasi muda inovatif,” kata Mahardhika Sadjad, Programme Officer British Council Indonesia.

Bijaksana Junerosano, inisiator Greeneration Indonesia, yang menjadi peserta, berkeyakinan, masih banyak persoalan di masyarakat yang bisa ditangani melalui kewirausahaan sosial. Dalam konteks ini, gerakan komunitas menjadi solusi terhadap masalah yang ada di masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com