Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/04/2014, 13:06 WIB

KOMPAS.com - Orang bilang kebersihan itu nomor satu. Namun, bagi sebagian orang, kebersihan bahkan sudah menjadi obsesi hidup. Debu setitik saja bisa membuat para pebersih ini berubah menjadi galak, bahkan sampai stres!

Rumah Yohana di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, menjadi bukti nyata kecintaannya pada segala sesuatu yang bersih, rapi, dan teratur. Di rumah tiga lantai ini, tak setitik debu pun bisa ditemui. Dalam sehari, lantai rumah bisa dipel hingga dua kali. Acara bersih-bersih rumah dilakukan tanpa mengenal waktu, jika perlu bisa dilakukan saat tengah malam.

Seluruh penghuni rumah, suami, dua anak, serta pembantu harus mengikuti aturan tak tertulis yang telah digariskan Yohana. Setelah menggunakan wastafel dan kamar mandi, misalnya, mereka wajib segera mengelap hingga kering. ”Bersih itu mengembalikan pada tempatnya. Jika sudah teratur, jadi lebih mudah membersihkan,” kata Yohana.

Keteraturan itu pun dimulai dari hal kecil seperti pengaturan lemari. Lemari baju sengaja diatur rapi berdasarkan warna. Baju putih ditumpuk bersama baju berwarna senada, merah dengan merah, dan hitam dengan hitam. Pernik terkecil seperti suvenir magnet yang tertempel di kulkas juga rutin ditata sehingga rapi tertancap, tanpa miring apalagi berantakan.

Seusai sarapan, makan siang atau makan malam, pekerja rumah tangganya, Ninik, harus segera mencuci perlengkapan makan lalu mengelapnya satu per satu. Jika sampai lalai mencuci piring? ”Wah, bisa marah nanti,” kata Ninik, yang sudah 28 tahun bekerja di rumah Yohana, sambil tersenyum melirik Yohana.

Ketika baru pertama kali bekerja bersama Yohana, Ninik sempat tersinggung karena Yohana sering kali membersihkan ulang apabila merasa hasil kerja dia kurang memuaskan. Lama-kelamaan, Ninik merasa maklum dan cuek ketika Yohana membersihkan ulang dapur yang sudah dibersihkannya atau menata ulang perabot rumah tangga yang baru kelar ditatanya.

Jika akan bepergian ke luar kota, Yohana harus mengemas pakaian serta barang lain yang akan dibawa dari satu pekan sebelumnya.

Demi menegakkan kebersihan sesuai standarnya, Yohana tidak bisa langsung menginap di rumah orangtuanya ketika pulang kampung ke Bali. Minimal, ia akan tinggal sehari dulu di hotel sembari membersihkan rumah sebelum kemudian tidur di rumah orangtuanya. Tindakan ekstrem pernah dilakukan dengan merombak total rumah mertuanya agar ia bisa nyaman menginap.
Sampai stres

Rudianto (41), laki-laki asal Batak yang bekerja di sebuah perusahaan di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, juga seorang pemuja kebersihan. Saat masih duduk di bangku kuliah dan menjadi anak kos di Bandung, Rudi, panggilannya, dikenal sebagai orang yang galak terhadap penghuni kos pemalas yang senang membiarkan cucian mereka terbengkalai di tempat cucian.

”Saking sebalnya melihat cucian yang tidak segera dicuci, saya lalu membuat peraturan. Cucian yang sudah direndam selama dua hari, tapi tidak segera dicuci pasti akan dibuang,” kenang Rudi.

Beberapa teman kos Rudi sempat menjadi korban ”kegalakan” Rudi kala itu. ”Ada yang bajunya saya buang. Tapi begitu mereka tahu saya yang buang, mereka tidak bisa apa-apa. Sudah tahu soalnya,” kata Rudi seraya terkekeh.

Kamar Rudi di kosan juga menjadi kamar paling bersih dan rapi. Semua barang di kamar Rudi tertata rapi, tidak ada yang berantakan atau berceceran. Tak heran apabila kamar lelaki yang merupakan mantan aktivis kampus ini menjadi idaman para cewek sehingga kerap menjadi tempat kumpul-kumpul.

”Saya memang paling pusing kalau melihat barang berserakan tidak pada tempatnya. Mata saya sudah terbiasa melihat yang bersih dan rapi. Jadi kalau ada yang tidak bersih dan tidak rapi, saya stres,” kata Rudi.

Menurut Rudi, kecintaannya pada kebersihan dan keteraturan sudah muncul sejak kecil. Laki-laki yang memiliki 12 saudara ini memang sejak kecil telah dibiasakan melakukan pekerjaan rumah oleh kedua orangtuanya. ”Maklum, dengan 13 anak, kalau tidak diberlakukan aturan seperti itu ibu saya bisa repot,” papar Rudi.

Kebiasaan itu kemudian terus dibawa hingga dia keluar dari rumah, saat menjadi mahasiswa dan bekerja, menjadi bekalnya hidup di perantauan. Bahkan kini, setelah berumah tangga pun kebiasaan itu tidak hilang. Dibanding istrinya, Rudi bahkan kerap jauh lebih cerewet dalam urusan bebersih.

Bagi Rudi, urusan bersih-bersih telah menjadi kegiatan yang mendarah daging. Saat waktu kosong, Rudi kerap memanfaatkannya untuk bersih-bersih rumah. ”Apa pun saya lakukan. Yah, itung-itung selain mengisi waktu juga untuk mencari keringat,” katanya.

Hingga kini, melihat tempat yang tidak bersih dan berantakan, selalu membuat Rudi merasa tak nyaman dan terganggu. Salah satu strategi untuk menghindari tekanan dan rasa terganggu, Rudi kerap berusaha menghindari tempat-tempat yang akan membuat dirinya stres.

”Misalnya ke WC umum. Daripada saya stres karena kotor, lebih baik saya menghindari dan mencari tempat lain. Soalnya saya pernah sampai mual-mual,” katanya.
Tertular bersih

Kecintaan Rudi pada kebersihan dan keteraturan ini bukan tidak membuat pasangannya tertekan. Sang istri mengaku, pada saat awal, dirinya cukup tertekan dengan tuntutan Rudi yang cukup tinggi terhadap standar kebersihan dan keteraturan di rumah mereka.

”Apalagi saya ini orang yang suka sembarangan. Baju yang habis saya pakai, suka saya letakkan sembarangan,” kata Pinkan, istri Rudi.

Rudi kemudian menetapkan bahwa pakaian yang baru dua jam dipakai, tetapi sudah terkena keringat harus segera diganti. Cuci tangan pun kini menjadi aturan wajib di rumah. Kebiasaan itu berusaha ditularkan kepada anak-anaknya di rumah.

Suami dan anak-anak Yohana juga akhirnya beradaptasi dengan rumah yang bersih dan teratur. Anak-anak Yohana bisa merasa tersiksa jika harus menginap di rumah yang berantakan. Anjing peliharaan Yohana juga ikut-ikutan menjadi pecinta kebersihan dengan tidak buang kotoran di kandang.

Gaya hidup bersih ala Yohana sering kali dimanfaatkan oleh rekan atau kerabat dekatnya. Mereka sering kali ”menculik” Yohana sehari semalam untuk membantu membersihkan rumah. Standar kebersihan Yohana mulai berkurang sejak hadir anak kedua. Kasihan mereka stres ketika tinggal di rumah yang enggak rapi. Aku harus berdamai dengan diriku untuk mulai menerima sedikit ketidakteraturan. Hidup enggak selalu sesuai yang kita mau,” tambah Yohana.

Dari kebiasaan bersih, baik Yohana maupun Rudi, bisa memetik banyak manfaat. Perabot rumah yang bersih ternyata lebih awet dan terlihat seperti selalu baru. Kualitas hidup pun menjadi lebih baik karena terhindar dari beragam penyakit akibat kotor dan debu.

Obsesif kompulsif

Psikolog Rosdiana Setyaningrum menyatakan, kebiasaan hidup bersih adalah sesuatu yang baik asal tidak berlebihan. Seseorang yang terlalu terobsesi pada kebersihan bisa menumbuhkan stres dan pada jangka panjang bahkan bisa membuat seseorang menjadi gila. Dalam istilah psikologis, seseorang yang benar-benar terobsesi kebersihan bisa digolongkan ke dalam penyakit obsesif kompulsif dan perlu segera mendapat penanganan psikolog.

Salah satu klien yang ditangani Rosdiana, misalnya, menderita obsesif kompulsif sampai tak berani ke luar rumah saking takut debu dan seluruh waktunya dihabiskan untuk membersihkan rumah. Ia kemudian menjalani terapi dengan cara pindah ke apartemen yang lebih kecil dibanding rumah besarnya di kawasan Kelapa Gading sehingga lebih mudah dibersihkan dan bisa punya banyak waktu luang.

”Asal dia dan orang lain merasa nyaman dengan kebiasaan bersih, itu enggak masalah. Penderita obsesif kompulsif punya kebiasaan bersih yang ekstrem dibanding orang lain,” tambah Rosdiana. (DOE/WKM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com