KOMPAS.com - Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada leher rahim. Penyakit ini sering terlambat dideteksi karena banyak wanita tidak mengenali gejalanya.
Untung Endang Suryani (52), seorang penyintas kanker serviks, tidak pernah menyangka menderita kanker. Ia merasa tubuhnya sehat dan masih aktif bekerja sebagai agen penjualan properti.
Suatu ketika di awal tahun 2017 ia mengalami keputihan yang dianggapnya normal karena tidak berbau.
"Saya pikir itu keputihan biasa. Ketika itu usia saya sudah 50 tahun, jadi dikira keputihan itu tanda mau menopause. Kebetulan juga sudah berpisah dengan suami 15 tahun," ujar wanita yang lebih akrab disapa Endang ini.
Setelah menstruasi, beberapa hari kemudian ia kembali mengalami keputihan tidak berhenti. Saya lalu disarankan minum jamu, tapi sudah dua bulan rutin minum keputihannya tidak berhenti," katanya ketika ditemui di kawasan Menteng, Jakarta (13/2/2019).
Berbagai jenis obat herbal pun dicobanya, tetapi tetap saja gejala keputihannya tidak hilang. Kondisi fisiknya pun menurun dan Endang terlihat pucat.
Baca juga: 4 Pemeriksaan Penting untuk Cegah Kanker Serviks
"Waktu dibilang kanker serviks, saya langsung teringat almarhum Jupe (Julia Perez). Ketika itu saya merasa panik, merasa sudah pasti akan meninggal," ujarnya.
Dokter menemukan seperempat serviksnya sudah tertutupi kanker dan penyakitnya sudah masuk stadium 2B.
Keputihan terus menerus memang menjadi salah satu gejala kanker serviks.
Gejala lain yang paling sering ditemui adalah keluar darah di luar masa menstruasi, terutama ketika sedang berhubungan seksual.
Perdarahan
Endang mengatakan, ketika itu ia sangat stres sehingga terus mengalami perdarahan. Dokter lalu memutuskan untuk melakukan radiasi untuk menghentikan perdarahannya.
"Saya diradiasi 5 kali dan menunggu dua bulan untuk radiasi berikutnya. Pada masa tunggu itu saya diminta kemoterapi supaya tidak kecolongan dengan penyebaran kanker," paparnya.
Sejak awal pengobatan, Endang sudah mendapatkan transufi sebanyak 59 kantong darah. Ia pun berjuang menghadapi rasa nyeri pada organ serviksnya dan juga efek samping pengobatan.
Pada masa itu pula ia mulai berkenalan dengan komunitas Cancer Information and Support Center (CISC).
"Tadinya saya merasa sendirian, tapi begitu masuk komunitas ini baru tahu banyak yang survive walau kankernya lebih parah. Wawasan mulai terbuka dan mulai semangat menjalani pengobatan," katanya.
Endang menyebut, komunitas pasien seperti CISC sangat bermanfaat bagi pasien karena bisa saling menguatkan, berbagi, dan menjadi penyemangat untuk berobat.
Hampir dua tahun menjadi penyintas, Endang terus menjaga pola hidupnya.
"Yang penting makan yang sehat, perbanyak buah dan sayur, dan jangan stres," katanya berbagi kiatnya sebagai penyintas.
Baca juga: Cegah Kanker Serviks Sejak Dini Lewat Vaksinasi
Meningkat
Berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan), kasus baru kanker serviks di Indonesia mencapai 32.469 kasus atau 17,2 persen dari total kanker yang diidap perempuan di Indonesia.
Angka kematiannya mencapai 18.279 per tahun atau 50 perempuan per hari. Angka itu meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2016 dengan 26 perempuan meninggal setiap hari.
Penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dengan vaksinasi. Angka perlindungannya mencapai 100 persen.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.