Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketahui Cara Pencegahan dan Dampak Stunting pada Anak

Kompas.com, 18 Februari 2022, 08:37 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Angka stunting di Indonesia masih terbilang tinggi walau data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan penurunan.

Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 mencatat angka stunting secara nasional turun sebanyak 1,6 persen per tahun.

Pada tahun 2019, angka stunting masih menyentuh 27,7 persen dan baru turun menjadi 24,4 persen pada tahun 2021.

Kendati demikian, menurut pakar tumbuh kembang anak Prof. Rini Sekartini, angka tersebut masih tinggi sebab melebihi persentase 20 persen.

Hal itu diungkapkan Prof. Rini dalam webinar "Cegah Stunting dan Dampak Negatifnya terhadap Perkembangan Otak dan Pertumbuhan Fisik Anak Prima dengan 9AAE dan DHA 4x" yang digelar Frisian Flag, Kamis (17/2/2022).

"Alhamdulillah angkanya mulai menurun tapi keseluruhannya 24,4 persen, suatu angka yang tinggi," katanya.

Prof. Rini mengatakan, tingginya angka stunting di Tanah Air disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gizi dan infeksi, masa kehamilan, dan psikososial.

"Stunting bisa dikarenakan kurannya gizi dalam waktu yang lama, asupan makanan yang kurang protein, dan infeksi kronis," jelas Prof. Rini.

"Anak berpeluang stunting kalau selama di dalam kandungan pertumbuhannya terhambat dan bisa juga saat lahir ada perubahan hormonal saat stres," tambahnya.

Baca juga: Serupa tetapi Tak Sama, Ini Perbedaan Stunting, Wasting, dan Underweight

Anak pendek belum tentu stunting

Prof. Rini mengingatkan bahwa anak yang bertumbuh pendek tidak selalu mengalami stunting. Sebabnya hal ini bisa dipengaruhi faktor genetika dari kedua orang tuanya.

Untuk menentukan anak mengalami stunting, dia menyarankan para orang tua untuk memperhatikan tabel panjang, tinggi, dan berat bayi pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

"Kita harus menggunakan parameter pengukuran pertumbuhan berat badan terhadap umur dan tinggi badan pada umur, pada kurva 5 tahun," kata Prof. Rini.

Cara itu disebut Prof. Rini sebagai lagka preventif agar orang tua dapat memberikan asupan gizi yang cukup bagi anak saat masa pertumbuhan

Dia menerangkan, orang tua perlu memberikan makanan atau minuman yang kaya protein kepada anaknya yang mengalami stunting.

Dalam hal ini, Prof. Rini menyarankan anak yang stunting diberi minum susu sebab minuman ini mengandung kalsium yang baik untuk perkembangan dan pertumbuhan anak.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau