Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada, Kebiasaan Ngupil Tingkatkan Risiko Alzheimer

Kompas.com - 04/11/2022, 09:27 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber Mirror UK

KOMPAS.com - Bukan hanya menjadi kebiasaan yang jorok, mengupil juga ternyata bisa meningkatkan risiko penyakit alzheimer.

Hal ini disebabkan karena kebiasaan tersebut menyebarkan bakteri yang selanjutnya dapat meningkatkan penyakit degeneratif otak.

Memang, seiring bertambahnya usia, otak kita akan mulai menyusut.

Tetapi pada penyakit alzheimer, perubahan yang terlihat di otak jauh lebih berbeda dari perubahan yang terlihat pada penuaan normal.

Penyakit ini pun diketahui memengaruhi sekitar enam dari setiap 10 orang dengan demensia di Inggris.

Sementara demensia adalah penyakit tua yang umum, alzheimer merupakan gangguan pada otak yang lebih spesifik.

Baca juga: Lebih Baik Mana, Bernafas Lewat Hidung atau Mulut?

Hasil studi

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports menemukan efek merusak dari kebiasaan mengupil pada saraf penciuman di hidung.

Studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Griffith University di Australia pada tikus itu menunjukkan bagaimana bakteri yang bergerak melalui saraf hidung bisa mencapai otak untuk menciptakan penanda yang merupakan tanda alzheimer.

Mereka mendemonstrasikan bahwa bakteri Chlamydia pneumoniae dapat berpindah dari proses mengupil dan mencapai otak melalui saluran penciuman.

"Kami adalah yang pertama menunjukkan bahwa Chlamydia pneumoniae dapat langsung naik ke hidung dan masuk ke otak untuk memicu patologi yang terlihat seperti penyakit alzheimer."

Demikian penuturan kepala Clem Jones Centre for Neurobiology and Stem Cell Research yang juga menjadi salah satu penulis studi, Profesor James St John, seperti dikutip dari Mirror.

"Kami melihat hal ini terjadi pada model tikus dan buktinya juga berpotensi menakutkan bagi manusia," sambung dia.

St John menambahkan bahwa timnya masih perlu melakukan studi pada manusia dan memastikan apakah jalur yang sama beroperasi dengan cara yang sama.

"Ini adalah penelitian yang telah diusulkan oleh banyak orang, tetapi belum selesai," terangnya.

"Apa yang kami ketahui adalah bakteri yang sama ini ada pada manusia, namun kami belum mengetahui bagaimana bakteri itu sampai di sana," jelas dia.

Halaman:
Sumber Mirror UK


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com