Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Korban Penyebaran Video Asusila Kebanyakan Perempuan?

Kompas.com, 16 Agustus 2024, 15:31 WIB
Silmi Nurul Utami,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial kerap digemparkan dengan penyebaran video asusila. Banyak nama besar yang tersangkut dalam kasus ini, yang terbaru adalah anak musisi terkenal berinisial AD (24). 

Video asusila AD disebarkan di media sosial oleh mantan kekasihnya, yang juga pemeran dalam video terebut. Motifnya adalah balas dendam, karena ia tidak terima diputuskan oleh AD. 

Dalam video yang beredar, AD mendapat lebih banyak sorotan daripada pelaku. Hal yang sama juga kerap terjadi, di mana kebanyakan korban penyebaran video asusila adalah perempuan. 

Padahal tidak jarang wajah pelaku terlihat dalam video asusila tersebut. Namun, yang banyak mendapat sorotan adalah korban yang merupakan seorang perempuan. 

Baca juga: Jadi Korban Penyebaran Video Asusila, Segera Lakukan 5 Langkah Ini

Lebih banyak korban perempuan daripada laki-laki

Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat menyebutkan, kasus penyebaran video asusila lebih banyak dialami oleh perempuan. 

"CATAHU 2024 mencatat data pengaduan ke Komnas Perempuan dan lembaga layanan kasuss untuk kekerasan seksual di tanah publik terkait KSBE sebagai kasus terbanyak yang mencapai 1135 korban," ujar Rainy.  

Artinya, kebanyakan kasus kekerasan seksual berbasis elektronik banyak menimpa perempuan. 

Baca juga: Video Asusila Tersebar di Medsos, Bisakah Korban Menghapusnya?

Pandangan seksisme yang berlaku di masyarakat

"Korban pornografi non konsensual umumnya menyasar perempuan, karena seksisme masih merupakan pandangan umum masyarakat terkait perempuan," ujar Rainy ketika diwawancarai Kompas.com, Rabu (14/8/24). 

Seksisme adalah pandangan bahwa salah satu gender atau jenis kelamin lebih superior daripada jenis kelamin lainnya. 

Dalam hal ini, laki-laki dianggap lebih superior daripada perempuan dan perempuan dipandang lebih rendah daripada laki-laki. 

Hal tersebut menyebabkan perempuan kerap dianggap sebagai objek seksualitas. 

Menurut Okamaisya Sugiyanto dalam Perempuan dan Revenge Porn: Konstruksi Sosial Terhadap Perempuan Indonesia dari Preskpektif Viktimologi (2020), ada juga pandangan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, mudah menyerah, dan lemah fisik yang dapat memicu perempuan sebagai korban penyebaran video asusila. 

Baca juga: 5 Tips Mencegah Diri Jadi Korban Penyebaran Video Asusila

Pandangan seperti itulah yang membuat perempuan kerap menjadi korban penyebaran video asusila. 

Korban yang mengalaminya juga kerap disalahkan atas penyebaran yang tidak disetujuinya itu. Mereka kerap ditekan, dihina, dan dipertanyakan moralnya sebagai perempuan. 

"Seksualitas merupakan hot issue bagi publik atau warganet," ujar Rainy. 

Hal tersebut menyebabkan video asusila yang diunggah ke media sosial mudah menyebar dan memberikan dampak lebih luas dan merugikan bagi korbannya. 

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau