Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pola Asuh Bikin Orang Punya Watak Keras Saat Dewasa, Benarkah?

Kompas.com, 6 November 2024, 11:06 WIB
Nabilla Ramadhian,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com – Setiap orang memiliki watak yang berbeda-beda. Ada yang lemah lembut, ada pula yang berwatak keras.

Biasanya, orang berwatak keras disegani karena mereka teguh pada pendiriannya. Namun, alasan lainnya terkadang karena mereka sulit menerima perbedaan.

Psikolog klinis Fitri Jayanthi, M.Psi. mengungkapkan, ternyata watak keras seseorang terbentuk dari pola asuh yang mereka peroleh saat masih kecil.

“Orang berwatak keras ini tercipta berdasarkan pola asuh dari orangtua atau caregiver, maupun lingkungan yang membentuk dirinya,” tutur dia kepada Kompas.com, Selasa (5/11/2024).

Baca juga:

Adapun watak keras mengacu pada kepribadian seseorang yang memiliki pikiran, sudut pandang, kepercayaan, prinsip, dan tindakan yang kuat.

Artinya, seseorang dengan watak keras memegang teguh apapun yang kepercayaan yang dianut. Mereka juga menjadikan semua itu sebagai standar dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

“Umumnya, mereka cenderung sensitif dengan orang yang tidak sejalan dengan dirinya, bahkan bisa melampiaskan emosi marah kepada orang tersebut,” papar pendiri Cup of Stories ini.

Pola asuh ciptakan watak yang keras

Terkait pola asuh yang membuat seorang tumbuh dengan watak yang keras, tidak bisa dipastikan secara spesifik bentuknya seperti apa.

Akan tetapi, ada satu ciri-ciri dalam pola asuh yang umum dilalui oleh orang-orang berwatak keras ketika mereka masih kecil.

“Pola asuh yang mana anak kurang mendapatkan pengakuan atau pujian dari orangtuanya,” ungkap Fitri.

Baca juga:

Ketika seorang anak tidak tumbuh dengan pengakuan atau pujian dari orangtuanya, mereka merasa bahwa mereka harus terus berusaha dalam melakukan sesuatu.

Kegigihan ini memang berdampak baik pada anak karena mereka jadi tidak mudah menyerah.

Namun, anak dapat terus merasa tidak cukup dengan upaya yang telah dilakukannya karena tidak ada pengakuan itu.

Alhasil, mereka bisa berselisih dengan orang lain, terutama ketika orang tersebut berpendapat bahwa upaya yang dilakukan sang anak sudah cukup baik.

Sebab, anak terpaku pada “pendirian” kurang cukup itu.

“Ia perlu menyadari bahwa tidak selamanya apa yang dipercayainya adalah suatu kebenaran,” pungkas Fitri.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau