Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Ungkap Trauma Psikologis yang Bisa Dialami Korban Kasus Video Deepfake Porno di Semarang

Kompas.com, 18 Oktober 2025, 17:37 WIB
Devi Pattricia,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kasus video editan tak senonoh yang beredar di Semarang menjadi sorotan publik setelah seorang alumni SMAN 11 Semarang, Chiko Radityatama Agung Putra, menyebarkan konten deepfake kecerdasan buatan (AI).

Video tersebut yang menampilkan wajah guru dan teman-teman sekolahnya dalam bentuk video perempuan tanpa busana, serta diunggah ke media sosial pelaku. 

Sejumlah korban bahkan telah melapor ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah.

Baca juga: Kasus Video Deepfake AI Porno di Semarang, Psikolog Ungkap Cara Mencegah Anak Jadi Korban

Dari sisi psikologis, penyebaran video semacam ini bukan hanya bentuk pelanggaran privasi, tapi juga dapat meninggalkan luka emosional mendalam bagi korbannya. 

Psikolog Meity Arianty menjelaskan, penyalahgunaan AI seperti ini memiliki dampak serius terhadap kesejahteraan mental, terutama bagi remaja yang sedang membangun identitas dirinya.

Dampak penyalahgunaan konten deepfake video AI pada korban

1. Rasa malu dan harga diri yang terganggu

Menurut Meity, manipulasi gambar atau video menggunakan AI dapat menimbulkan perasaan malu, cemas, dan terhina yang sangat dalam.

“Manipulasi gambar semacam itu dapat menimbulkan perasaan malu, cemas, terhina, dan marah yang mendalam, terutama di kalangan remaja yang sedang dalam tahap perkembangan identitas diri dan kepercayaan diri,” jelas Meity saat diwawancarai Kompas.com, Jumat (17/10/2025).

Remaja yang menjadi korban akan merasa citra dirinya dirusak di depan publik. Rasa malu ini bisa berujung pada penarikan diri dari lingkungan sosial, kehilangan kepercayaan diri, dan bahkan menurunnya performa akademik. 

Dalam banyak kasus, korban juga kerap merasa bersalah, meskipun mereka tidak memiliki kendali atas tindakan tersebut.

2. Memperburuk krisis identitas remaja

Lebih jauh, Meity menjelaskan, dampak psikologis ini juga bisa dikaitkan dengan teori perkembangan Erik Erikson, yang menekankan pentingnya pembentukan identitas pada masa remaja.

Baca juga: Indonesia 4 Besar di Dunia untuk Kasus Pornografi Anak, Orangtua Harus Apa?

“Menurut teori perkembangan Erikson, masa remaja adalah fase pencarian identitas, sehingga serangan terhadap citra diri yang sudah rapuh ini bisa memperburuk krisis identitas,” ujarnya.

Ketika identitas yang sedang dibangun dihancurkan oleh penyalahgunaan teknologi, remaja dapat mengalami kebingungan peran, merasa tidak berharga, dan kehilangan arah. 

Serangan semacam ini bukan hanya menghancurkan reputasi, tetapi juga menimbulkan luka psikologis yang bisa bertahan lama.

3. Risiko gangguan mental dan trauma jangka panjang

Selain krisis identitas, korban video deepfake juga rentan mengalami gangguan kesehatan mental. 

Meity menyebutkan, tekanan sosial dan rasa malu yang terus menerus bisa memicu gangguan kecemasan sosial, depresi, hingga trauma jangka panjang.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau