Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Momen Kritis yang Bikin Mahasiswa Diam-diam Merasa Kesepian, Apa Saja?

Kompas.com, 18 Oktober 2025, 21:50 WIB
Rafa Aulia Febriani ,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

“Momen kritis yang kedua adalah saat manusia berpikir. Di sini teman-teman sibuk sendiri, terlibat dengan targetnya sendiri, dan tekanan keluarga, 'apa kamu lulus, kamu sudah menghasilkan uang banyak', dan sebagainya,” kata Ratna.

Ia menambahkan bahwa kualitas hubungan sosial di era digital semakin menurun.

Baca juga: 5 Cara Mengatasi Fenomena Kesepian di Era Modern Menurut Sosiolog

“Kita bisa punya banyak teman, bisa mengikuti ataupun punya follower (pengikut) ratusan, ribuan, dan seterusnya. Tetapi, sangat sedikit yang benar-benar dekat,” ujarnya.

3. Kesibukan dan ruang sosial yang menyempit

Momen ketiga yang sering memicu kesepian adalah saat mahasiswa harus kuliah sambil bekerja atau menjalani rutinitas yang sangat padat.

“Yang ketiga adalah saat memang beban studi, atau kalau memang sudah bekerja ya, kuliah sambil bekerja. Ini sudah banyak banget yang mengalami,” tuturnya.

Kesibukan yang tinggi membuat waktu untuk berinteraksi semakin berkurang. Hubungan sosial menjadi sedikit dan ruang sosial yang nyaman pun makin sempit.

“Jadi di kota, tempat nongkrong memang mudah ditemukan. Tetapi ruang yang membuat kita aman, nyaman, berbagi, bisa ngobrol dengan tanpa takut, itu sangat jarang,” ujarnya.

Baca juga: Psikolog Sebut 5 Cara Menghilangkan Rasa Kesepian dan Stres Saat Merantau

Dampak yang tidak bisa dianggap remeh

Rasa kesepian bukan sekadar perasaan sesaat. Data yang diolah tim Kompas menunjukkan adanya korelasi kuat antara kesepian dan gangguan fisik maupun mental, seperti hipertensi, depresi, stroke, bahkan keinginan bunuh diri.

“Kalau kesepian yang dibiarkan, risiko untuk mendapatkan penyakit tersebut juga meningkat,” kata Ratna.

Bahkan, World Health Organization (WHO) telah menetapkan kesepian sebagai ancaman kesehatan global sejak 2023. Data terbaru menunjukkan, satu dari enam orang di dunia mengalami kesepian, dan kondisi ini berkontribusi pada lebih dari 870 ribu kematian setiap tahun.

Baca juga: Jasa Teman Jalan, Psikolog Jelaskan Kaitannya dengan Kesepian Urban

Di Indonesia sendiri, Yogyakarta tercatat memiliki skor kesepian tertinggi di antara 30 kota besar.

Menurut Ratna, hal ini banyak dipengaruhi oleh banyaknya rumah tangga yang hanya berisi satu orang, pasangan yang tinggal berjauhan, dan mahasiswa yang merantau untuk kuliah.

Kesepian memang bisa dialami siapa pun, di mana pun, dan pada usia berapa pun. Karena itu, penting bagi mahasiswa maupun remaja untuk mengenali momen-momen kritis dalam hidupnya, agar bisa mencari kembali ruang sosial yang sehat.

Sebab, di balik kesibukan dan keramaian hidup di era modern ini, setiap orang tetap butuh tempat pulang yang hangat.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau