KOMPAS.com - Mengoleskan air liur ke luka kecil masih kerap dilakukan secara spontan, termasuk saat anak terluka.
Kebiasaan ini sering didasari anggapan bahwa air liur dapat membantu membersihkan luka atau mempercepat penyembuhan. Namun, praktik tersebut bukan tanpa risiko, terutama jika diterapkan pada luka terbuka atau kotor.
Dokter spesialis anak, dr. Miza Afrizal, Sp.A., menjelaskan bahwa penggunaan air liur untuk mengobati luka lebih tepat dipahami sebagai mitos, meski ada sedikit dasar biologis yang kerap disalahartikan.
“Sejauh yang saya tahu itu mitos. Walaupun sebenarnya kalau mau dicari-cari faktanya mungkin bisa karena air liur kita sedikit mengandung antiseptik pembunuh bakteri,” kata dr. Miza saat ditemui dalam acara Serunya Parenting #PakeYangBening di Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Jumat (5/12/2025).
Ia menambahkan, kondisi tersebut berkaitan dengan fungsi alami mulut manusia. Maka dari itu, terkadang makanan yang dikonsumsi manusia tidak perlu berada dalam keadaan benar-benar steril.
“Makanya kita pada saat kita makan, makanan kita enggak harus steril-steril banget kan,” ujarnya.
Baca juga: Mitos Vs Fakta Luka yang Wajib Diketahui Menurut Dokter
Meski mengandung zat antibakteri alami, dr. Miza menegaskan bahwa kemampuan air liur dalam membunuh kuman sangat terbatas. Air liur tidak dirancang untuk perawatan luka dan tidak dapat menggantikan fungsi antiseptik medis.
“Seberapa kuat dia bisa membunuh kuman kan ada batasnya. Kalau misalnya enggak pakai antiseptik enggak bisa,” jelas dr. Miza.
Dalam kehidupan sehari-hari, luka pada anak sering kali terpapar debu, tanah, atau kotoran lain. Pada kondisi seperti ini, air liur tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk mencegah masuknya kuman ke area luka.
Oleh sebab itu, dr. Miza menilai bahwa mengandalkan air liur tidak memberikan perlindungan yang memadai terhadap risiko infeksi.
Baca juga: Dear Moms, Jangan Anggap Sepele Luka Kecil sang Buah Hati
Risiko utama penggunaan air liur pada luka berkaitan dengan kebersihan mulut atau oral hygiene. Mulut manusia merupakan tempat hidup berbagai jenis bakteri.
“Risiko sebaliknya bisa, apalagi kalau misalnya oral hygiene kita enggak bagus, kita malah justru menghasilkan luka,” kata dr. Miza.
Jika kebersihan mulut tidak terjaga, air liur dapat membawa bakteri ke area luka dan memperparah kondisi yang ada. Risiko ini akan semakin besar bila luka dalam kondisi terbuka.
Adapun dr. Miza mengingatkan bahwa luka yang kotor seharusnya tidak ditangani dengan cara-cara yang tidak terkontrol.
Baca juga: 4 Langkah Awal untuk Menangani Luka pada Anak Menurut Dokter
Dengan mempertimbangkan risiko tersebut, dr. Miza menyarankan agar luka pada anak ditangani dengan cara yang lebih aman dan sesuai prinsip medis.