Langkah awal yang dianjurkan adalah membasuh luka dengan air mengalir. Cara ini membantu membersihkan kotoran yang menempel dan mengurangi jumlah kuman di area luka.
Setelah luka bersih, penggunaan antiseptik yang sesuai dapat membantu mencegah infeksi dan mendukung proses penyembuhan.
Menurut dr. Miza, pendekatan ini jauh lebih aman dibandingkan mengoleskan air liur, terutama pada luka yang terbuka atau terkontaminasi kotoran.
Penanganan sejak awal menjadi penting karena luka pada anak, meski tampak kecil, tetap berisiko menimbulkan infeksi jika tidak dirawat dengan tepat.
Baca juga: Luka yang Dibiarkan Terbuka Bisa Lebih Cepat Sembuh? Ini Kata Dokter
Menutup penjelasannya, dr. Miza menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada penelitian medis yang secara kuat mendukung penggunaan air liur sebagai metode pengobatan luka.
“Sejauh yang saya tahu, penelitiannya belum ada,” ujarnya.
Ia mengaku pernah mencari tahu mengenai praktik tersebut. Meski secara teori terdapat penjelasan biologis yang bisa dikaitkan, hubungan tersebut tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar medis.
Dengan demikian, ia menyimpulkan bahwa penggunaan air liur pada luka anak sebaiknya tidak dijadikan acuan dalam perawatan luka.
“Bisa dibilang mitos. Jangan dipercaya banget,” tutup dr. Miza.
Baca juga: Odol Bisa Mengobati Luka Bakar, Mitos atau Fakta? Ini Kata Dokter
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang