KOMPAS.com - Insiden meninggalnya dua peserta kategori 15 kilometer dalam ajang Siksorogo Lawu Ultra 2025, Minggu (7/12/2025), kembali memunculkan pertanyaan besar tentang risiko kematian mendadak saat berlari.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya pada Minggu, keduanya ditemukan tak bernyawa ketika tim medis tiba di lokasi, di tengah hujan lebat yang mengguyur area perlombaan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa aktivitas lari, meski populer dan dianggap aman, tetap menyimpan potensi bahaya jika kondisi tubuh tidak dipahami dengan benar.
Lalu, mengapa seseorang bisa tiba-tiba meninggal saat lari? Apa saja faktor pemicunya dan bagaimana mencegahnya?
Baca juga: Berbahaya untuk Kesehatan, Jangan FOMO Ikut Maraton jika Jarang Olahraga Lari!
Dokter sekaligus Ahli Ilmu Faal Olahraga Klinis, dr. Iwan Wahyu Utomo, AIFO.K menjelaskan bahwa penyebab kematian mendadak saat llari yang paling sering terjadi adalah gangguan jantung akut, terutama pada individu yang tidak sadar memiliki masalah jantung sebelumnya.
“Banyak orang merasa sehat karena tidak ada keluhan, padahal ada kondisi jantung yang memang tidak bergejala sampai tubuh dipaksa bekerja keras,” ujarnya saat diwawancarai Kompas.com, Senin (8/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa kelainan, seperti aritmia, penyempitan pembuluh darah, atau kelainan bawaan struktur jantung, dapat terpicu oleh aktivitas intens.
“Ketika jantung dipaksa bekerja melebihi kapasitas, risiko henti jantung meningkat. Kalau golden time pertolongan terlewat, peluang selamatnya sangat kecil,” kata Iwan.
Baca juga: Pendinginan Setelah Olahraga Penting Dilakukan, Ini Kata Atlet Lari
Selain faktor jantung, ia mengingatkan bahwa lari jarak jauh membuat tubuh kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar. Jika tidak diganti, kondisi ini bisa berujung fatal.
“Dehidrasi berat bisa memengaruhi kestabilan jantung dan fungsi organ lain. Pelari sering merasa ‘masih kuat’ padahal tubuhnya sudah lampu merah,” jelasnya.
Tanda-tandanya bisa berupa:
“Begitu muncul gejala itu, harus berhenti. Jangan memaksakan diri,” tegasnya.
Dalam kejadian Siksorogo Lawu Ultra 2025, hujan deras membuat suhu tubuh pelari tidak stabil. Kondisi dingin ekstrem dapat memengaruhi pernapasan, daya tahan, hingga fungsi jantung.
“Cuaca ekstrem, baik panas atau dingin, memaksa tubuh bekerja dua kali lipat untuk menjaga suhu. Dampaknya bisa sangat signifikan bagi pelari,” kata Iwan.
Baca juga: Pelari Pemula Boleh Ikut Maraton, Asalkan...
Menurut Iwan, ada kelompok tertentu yang sebaiknya menunda aktivitas lari intens, seperti: