Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bedakan Anak Pendek karena Stunting dan Faktor Genetik

Kompas.com, 18 Maret 2021, 18:47 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com – Kekurangan gizi kronik yang menyebabkan anak menjadi stunting memang ditandai dengan perawakan yang pendek. Namun, perlu dipahami bahwa tidak semua anak pendek merupakan anak yang stunting.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, Prof.dr. Aman B Pulungan, Sp.A(K), menilai masih ada pemahaman yang salah tentang anak stunting di masyarakat. Persoalan stunting masih dianggap sebatas anak pendek saja.

“Yang salah adalah cara intrepretasi data. Padahal dari kurva monitoring pertumbuhan bisa dinilai apakah seorang anak itu pendek biasa ataukah stunting,” kata Aman dalam wawancara yang dilakukan secara virtual (16/4).

Ia menegaskan, stunting adalah kondisi anak yang pendek disertai dengan kondisi malnutrisi. Sedangkan anak pendek bisa disebabkan karena berbagai sebab, misalnya kelainan hormon, masalah kromosom, kelainan tulang, atau faktor genetik karena orangtuanya juga berpostur pendek.

“Kalau orangtuanya pendek, enggak mungkin anaknya tinggi,” ujarnya.

Baca juga: Penyebab Anak Stunting Tak Cuma Faktor Kurang Gizi

Aman menjelaskan, penyebab stunting tidak hanya karena faktor gizi, tetapi juga mencakup masalah sosial, ekonomi, politik, dan emosional.

“Pencegahan dan deteksi dini sangat penting dalam manajemen gangguan pertumbuhan seperti stunting. Sistem yang sudah berjalan di Indonesia berpotensi untuk ditingkatkan, misalnya penggunaan buku KIA dan pemanfaatan Posyandu,” papar Aman.

Orangtua didorong untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya sejak dalam kandungan hingga usia 3 tahun.

“Anak baru lahir harus mengikuti pemantauan tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, dan imunisasi. IDAI punya aplikasi Primaku, tinggal diisi saja nanti bisa terlihat kurvanya,” kata Aman.

Monitoring berkelanjutan

Aman menilai metode survei yang dilakukan di Indonesia harus diperbaiki. Monitoring tumbuh kembang anak tidak bisa hanya dilakukan satu kali, tetapi terus bertahap sesuai milestone tumbuh kembang anak.

“Misalnya anak saat lahir panjang badannya pendek, kemudian dia sedang dalam proses catch up di usia satu tahun. Kalau dia ‘ketangkep’ survei di usia itu bisa-bisa dibilang stunting. Hati-hati juga pada anak yang lahir dengan berat rendah, biasanya akan tetap pendek sampai ia berusia 3-4 tahun,” katanya.

Baca juga: Dua Strategi Jokowi Ini Diharapkan Turunkan Angka Stunting Jadi 14 Persen

Menurut data Riskesdas, prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi, yakni hampir 30 persen. Pemerintah pun menargetkan untuk menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Menurut Aman, jika tinggi badan anak tidak sesuai usianya, perlu diselidiki penyebabnya dengan melakukan pemeriksaan darah hingga rontgen.

Jika pendek memang disebabkan karena malnutrisi sehingga stunting, maka diperlukan intervensi gizi.

“Intervensi untuk anak yang pendek karena kurang gizi bisa dengan pemberian makan, terutama komponen protein,” katanya.

Sebaliknya, jika anak pendek bukan karena malnutrisi, pemberian intervensi gizi dapat membuat anak menjadi obesitas.

Baca juga: 3 Cara Mencegah Stunting pada Anak, Penuhi Kebutuhan Nutrisi Ibu Ketika Hamil

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau