Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Annis Naimmatun
Praktisi Pendidikan Khusus

Alumni S1 Pendidikan Luar Biasa UNY, pernah melakukan beberapa penelitian di bidang Pendidikan Khusus, dan owner Bimbingan Belajar Les Privat Jogja

Luka yang Diwariskan: Menjaga Kesehatan Mental Gen Z

Kompas.com, 4 Agustus 2024, 16:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GENERASI Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh dalam era digital yang penuh dengan tantangan dan perubahan cepat.

Di balik segala kemudahan teknologi, ada isu kesehatan mental yang semakin mendapat perhatian.

Banyak dari kita yang mungkin tidak menyadari bahwa tekanan sosial dan ekspektasi tinggi dari orangtua dan lingkungan sekitar dapat meninggalkan luka psikologis.

Generasi Z sering merasa terbebani dengan harapan untuk sukses di segala bidang, mulai dari akademik hingga kehidupan sosial. Ekspektasi ini bisa menyebabkan stres dan kecemasan bagi mereka.

Salah satu yang perlu kita perhatikan saat ini, yaitu media sosial. Media sosial menjadi pedang bermata dua bagi kesehatan mental.

Satu sisi, ini memungkinkan kita untuk terhubung dan berbagi cerita. Di sisi lain, media sosial juga dapat menjadi sumber tekanan besar.

Perbandingan yang terus-menerus dengan kehidupan orang lain, cyberbullying, dan kebutuhan untuk selalu tampil sempurna dapat mengganggu kesejahteraan mental.

Berbicara tentang trauma yang diwariskan berarti trauma yang dialami oleh orangtua atau generasi sebelumnya dapat berdampak pada kesehatan mental anak muda.

Misalnya, orangtua yang mengalami masa sulit mungkin tanpa sadar menurunkan kecemasan, ketakutan, bahkan perilaku tertentu kepada anak-anak.

Luka psikologis ini seringkali tidak terlihat, namun dampaknya sangat nyata. Selain itu pola asuh yang penuh tekanan dari orangtua yang ingin anak-anak mereka sukses dapat memperparah kondisi ini.

Anak-anak mungkin merasa terjebak dalam siklus harapan yang tidak realistis dan takut mengecewakan orangtua mereka.

Trauma antargenerasi ini juga dapat muncul dalam bentuk ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi secara sehat. Akibatnya terjadi konflik internal yang berkelanjutan dan hubungan yang tegang dengan orang-orang terdekat.

Lalu, apa yang dapat kita lakukan sebagai anak muda ketika memang ada luka yang diwariskan?

Mengatasi luka yang diwariskan membutuhkan dukungan dan pemahaman tepat. Terapi dan konseling dapat menjadi jalan keluar bagi yang membutuhkan bantuan profesional.

Selain itu, penting juga bagi lingkungan sekitar, yaitu keluarga dan teman untuk memberikan dukungan secara emosional.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau