BEKASI, KOMPAS.com – Menyambut Hari Batik Nasional pada 2 Oktober ini, biasanya akan ada banyak remaja yang berpartisipasi mengenakan batik. Apalagi, belakangan para remaja mulai suka berbatik.
Menurut pendiri Griya Peni, Peni Cahyaningtyas, para remaja tidak lagi menganggap batik sebagai sesuatu yang kuno, melainkan sebuah tren fesyen.
“Melihatnya tren fesyen, misalnya ada influencer yang lagi pakai kain batik, dia juga mau,” kata Peni kepada Kompas.com di Griya Peni Art Space, Pondok Gede, Kota Bekasi, Senin (30/9/2024).
Baca juga: “Jangan Sampai Kita Belajar Membatik dari Bule...”
Peni mengungkapkan, ada dua alasan mengapa para remaja masa kini mulai suka berbatik. Selain karena pengaruh influencer, ada juga yang memang sudah paham akan batik.
Terkait alasan remaja mulai suka berbatik, pertama adalah adanya peran influencer atau orang-orang yang memiliki banyak pengikut di akun media sosial mereka.
Melihat sosok yang dikagumi di media sosial memakai batik akan membuat remaja tertarik untuk ikut memakai batik juga.
Alasan lainnya adalah memahami nilai batik. Ada remaja yang telah memiliki minat pada batik karena kegiatan di sekolah, kemudian mencari tahu lebih lanjut seputar batik.
Alhasil, dia lebih memahami nilai dan betapa berharganya batik sebagai warisan Nusantara. Hal ini akan membuatnya semakin tertarik untuk berbatik.
“Mungkin mengenal prosesnya, jadi lebih mengapresiasi sebuah karya. Kain batik itu ibaratnya seperti lukisan, tapi bisa dipakai. Jadi, bisa dibilang ada dua macam remaja. Yang ikutan tren fesyen dan melihat pakai batik itu keren, tapi belum tentu mereka memahami maknanya. Lalu tipe yang memahami value batik,” kata Peni.
Di balik dua alasan itu, menurut Peni, ada peran para guru di sekolah.
Baca juga: Griya Peni Art Space, Lestarikan Batik lewat Kelas Membatik
Pendiri Griya Peni Art Space, Peni Cahyaningtyas, memegang salah satu koleksi kain batik milik mereka di Griya Peni Art Space, Pondok Gede, Kota Bekasi, Senin (30/9/2024).Peni menyoroti kegiatan fashion show yang masih sering dilakukan di sekolah, terutama dalam momen Hari Kartini setiap 21 April dan Hari Ulang Tahun Indonesia (HUT RI) setiap 17 Agustus.
Tidak jarang, anak-anak sekolah berpartisipasi dalam fashion show memamerkan batik sebagai kostum mereka.
“Saya juga lihat antusiasme para gurunya, yang sudah memberikan awareness kepada anak-anak sekolah untuk berkain batik,” ucap dia.
Pada usia 12-15 tahun, mungkin belum banyak remaja yang berani memakai batik di luar acara sekolah, misalnya untuk nonton konser atau sekadar hang out di kedai kopi.
Kendati demikian, pengetahuan soal batik yang bermula dari acara di sekolah, akan membuat mereka tertarikberbatik saat sudah lebih dewasa, yakni saat menginjak usia 18 tahun.
“Kalau yang usia 50 tahun ke atas, sudah enggak usah ditanya, pasti akan memakai batik. Namun, usia remaja (18 tahun ke atas) dan dewasa muda (25-30 tahun) kini sudah banyak yang berbatik kayak ke pameran seni, coffee shop, acara musik,” ujar Peni.
Baca juga: Tak Perlu Minder Masih Pakai Batik Printing, Bisa Jadi Cara Lebih Mengenal Batik
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang