Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menurut Studi, Ini Penyebab Remaja Tidak Mendengar Perkataan Orangtua

KOMPAS.com – Mengasuh anak yang beranjak remaja bagi kebanyakan orangtua merupakan tantangan besar.

Terlebih anak yang cenderung susah diatur dan seringkali tidak mengindahkan perkataan orangtuanya.

Perilaku tersebut tentu menyulut rasa kejengkelan, kemarahan, hingga membuat kehabisan akal.

Tak mengherankan bila sebagian orangtua bertanya-tanya mengapa anaknya begitu enggan mendengarkan perkataannya.

Walau terasa tidak menyenangkan, ternyata ada faktor ilmiah di balik perilaku anak yang demikian.

Seperti diungkap beberapa penelitian berikut ini yang berhasil meneliti perubahan psikis dan otak anak ketika remaja.

Proses pemisahan keluarga dan diri sendiri

Ketika menginjak fase remaja, anak akan mengalami proses pemisahan individualitas dan hal ini merupakan bagian yang alami dan normal.

Proses itu melibatkan pemisahan dari keluarga asal dan pengaruh masa kanak-kanak untuk mengetahui siapa sosoknya dan kemudian menjadi diri sendiri.

Dalam mencari kemandirian, anak yang beranjak remaja semakin menarik diri dari keluarga dan tertarik pada teman sebayanya.

Hal itulah yang kerap kali memancing rasa kesal dan konflik dengan orangtuanya.

Pemisahan individualitas pada anak melibatkan sejumlah percobaan, pengambilan risiko, dan memberontak langsung maupun tidak langsung.

Perilaku tersebut juga termasuk tidak mau memperhatikan alias mengabaikan perkataan dari mulut orangtua.

Sementara itu, studi terbaru dari Stanford School of Medicine mampu menunjukkan dasar neurobiologis untuk perilaku anak yang satu ini.

Diterbitkan di Journal of Neuroscience, studi perguruan tinggi tersebut memanfaatkan alat pemindaian tubuh, yaitu MRI.

Tujuannya untuk memberikan penjelasan neurobiologis terperinci tentang bagaimana anak yang mencapai fase remaja mulai berpisah dari orangtua.

Dan, hasilnya didapati mulai sekitar usia 13 tahun, otak anak ternyata kurang mendengarkan suara orangtuanya, terkhusus ibu.

Hal itu dikarenakan fase remaja mendorong anak untuk lebih banyak mendengarkan suara-suara baru.

Sebelum usia 12 tahun, seperti yang ditemukan studi sebelumnya oleh peneliti yang sama, otak anak menilai suara ibunya sebagai sesuatu yang unik.

Setelah itu, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian terbaru ini, suara orangtua justru tidak berdampak begitu banyak.

Studi yang dihelat baru-baru ini melibatkan remaja berusia 13-16,5 tahun yang semuanya ber-IQ minimal 80 dan dibesarkan oleh ibu kandung.

Responden lantas diskrining untuk melihat setiap gangguan neurologis, psikiatri, atau gangguan belajar.

Hasil studi kemudian menunjukkan adanya pergeseran neurobiologis ke arah suara yang berbeda pada anak berusia 13-14 tahun.

Studi mendapati perubahan tersebut berlaku sama pada anak laki-laki maupun perempuan.

Studi juga menemukan bahwa respons terhadap suara-suara baru di pusat penghargaan otak meningkat seiring bertambahnya usia.

Ada pun, bagian otak itu adalah striatum dan berfungsi menghasilkan perasaan penghargaan atau kesenangan.

Secara fungsional, striatum mengkoordinasikan berbagai aspek pemikiran yang membantu kita membuat keputusan.

Karena temuan tersebut, para peneliti dapat memprediksi secara akurat berapa usia peserta melalui informasi spesifik respons suara pada pemindaian MRI.

Anak lebih menyukai suara baru

Anak yang sudah remaja sebenarnya tidak secara sadar menyadari bahwa dirinya lebih memperhatikan suara-suara asing.

Di sisi lain, anak hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman-temannya.

Seperti proses adaptasi bayi dengan suara ibu untuk bertahan hidup, anak dalam perkembangannya tertarik pada suara yang berbeda dari orangtuanya.

Dengan begitu, lama-kelamaan anak segera bergerak menuju perpisahan dan individualitas dari dirinya.

Pergeseran otak pada anak yang remaja itulah yang mendasari ketertarikan pada suara-suara baru karena melibatkan aktivasi pusat penghargaan.

Tidak hanya itu, ada area lain di otak yang turut mengakui pengalaman sebagai hal yang penting.

Hal tersebut tentunya sejalan dengan ketertarikan anak pada kegiatan sosial dan aktivitas di luar keluarganya saat terlibat dengan dunia.

Anak yang sudah remaja juga ingin menciptakan hubungan dengan berbagai orang lain untuk meningkatkan kemandiriannya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/06/03/122411120/menurut-studi-ini-penyebab-remaja-tidak-mendengar-perkataan-orangtua

Terkini Lainnya

Kebutuhan Bermain Anak 5-12 Tahun Berubah, Orangtua Perlu Menyesuaikan
Kebutuhan Bermain Anak 5-12 Tahun Berubah, Orangtua Perlu Menyesuaikan
Parenting
Dampak yang Muncul Saat Kebutuhan Sosial-Emosional Anak Tak Terpenuhi
Dampak yang Muncul Saat Kebutuhan Sosial-Emosional Anak Tak Terpenuhi
Parenting
Akhir Tahun Disebut Jadi Momen Transformasi bagi 6 Zodiak, Ini Daftarnya
Akhir Tahun Disebut Jadi Momen Transformasi bagi 6 Zodiak, Ini Daftarnya
Wellness
88 Persen Masyarakat Indonesia Mengalami Gigi Berlubang, Apa Penyebabnya?
88 Persen Masyarakat Indonesia Mengalami Gigi Berlubang, Apa Penyebabnya?
Wellness
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Remaja Mudah Stres karena Media Sosial? Psikolog Ungkap Pemicunya
Wellness
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Takut Berotot? Irsani Luruskan Mitos Latihan Beban untuk Perempuan
Wellness
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Efek Berbahaya Gigi Berlubang, Salah Satunya adalah Penyakit Jantung
Wellness
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Waspadai 7 Tanda Bos yang Toxic, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Wellness
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
4 Cara Aman Hadapi Kekerasan Berbasis Gender Online
Wellness
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Saat Ibu Kehilangan Diri Pasca Melahirkan, Latihan Beban Justru Menyelamatkan Irsani
Wellness
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Ramalan Zodiak Libra di Bulan Desember, Peluang Baru Menanti
Wellness
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Cara Cinta Laura Atasi Insecure dan Membangun Percaya Diri
Beauty & Grooming
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Dampak Jangka Panjang Screen Time, dari Gangguan Fisik hingga Perilaku
Parenting
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Sering Scroll Medsos, Remaja Jadi Mudah Mencari Validasi Menurut Psikolog
Wellness
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Dari Body Shaming Rita Sukses Capai Berat Badan Ideal Tanpa Olahraga
Wellness
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com