Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dolar Minyak, Teh Hijau dan Karaoke

Kompas.com - 10/04/2008, 08:24 WIB

Laporan Daisy Mohr dari Khartum

WALAUPUN Sudan dikenal sebagai negara penuh konflik dan kelaparan, di Khartum terjadi booming, peningkatan pesat, ekonomi. Dolar minyak berhasil menyulap negara terbesar di Afrika ini menjadi salah satu negara dengan perkembangan ekonomi paling pesat di benua itu.

Embargo Amerika Serikat tidak begitu berdampak bagi Sudan, karena negara-negara Asia ingin sekali berbisnis di negeri ini. Terutama China bercokol di Sudan. Negara Asia ini sudah menjadi mitra terpenting pemerintah Sudan di bidang ekonomi, militer dan politik. Ini terlihat jelas di Khartum.

Begitu melewati pintu gerbang restoran Mr Wang di Khartum, kami mendadak merasa ada di dunia asing. Di ruangan yang tenang di situ, terdengar musik China. Para pelayan berasal dari China dan langsung menyuguhkan teh hijau kepada tamu yang masuk. “Makanan di sini lebih enak daripada di China,” kata seorang pebisnis China yang sering makan di restoran Mr. Wang. “Apa saja dapat dibeli di pasar swalayan China di sini. Tisu toilet pun didatangkan dari China," imbuhnya.

Karaoke
Puluhan ribu orang China di Sudan bekerja dari pagi subuh sampai larut malam. Mereka tinggal berdekatan, mempunyai sekolah sendiri dan sedikit mungkin berhubungan dengan penduduk lokal. Di malam hari mereka main poker atau ramai-ramai berkaraoke.

"Perusahaan China sangat jelas dalam hal ini: semua karyawan harus tinggal berdekatan dan mempunyai gaya hidup yang sama. Kami tamu di sini. Apabila seseorang bermasalah, maka dia akan langsung dipulangkan," tegas pebisnis yang tidak mau disebut namanya.

Menurutnya banyak orang China yang mengalami kejutan budaya. "Orang Sudan tidak bekerja keras. Mereka tidur larut malam, bangun di siang bolong, berdoa terus dan istirahat berjam-jam. Kalau caranya begini tidak bisa maju. Pola kerja kami lain sekali," katanya.

Orang Sudan tidak bisa memahami orang China. Pintu kedutaan China di Khartum tetap tertutup rapat saat Mohammed, seorang insinyur Sudan, memencet bel untuk bikin janji. Komunikasi lewat interkom berlangsung alot. "Mereka tidak fasih berbahasa Inggris. Mereka sungguh aneh," kata Mohammed jengkel.

Baru 15 menit kemudian pintu kedutaan akhirnya dibuka dan Mohammed masuk untuk menyampaikan gagasan proyeknya.

Taman Bunga
Gedung kedutaan China ini adalah salah satu gedung terindah di Khartum, lengkap dengan taman bunga yang luas, klub olahraga dan kolam renang. Pendek kata apa saja yang dibutuhkan seorang diplomat China untuk menikmati waktu senggangnya.

Hao Hongshe, penasihat bidang ekonomi dan komersial kedutaan, melalui seorang penerjemah mengatakan bahwa China sejauh ini sudah menanam modal senilai 2 miliar dolar lebih untuk membangun bendungan, jalan, rumah sakit, sekolah dan jaringan listrik.

Hongshe bercerita panjang lebar soal proyek-proyek kemanusiaan oleh negaranya di Sudan. Sebut saja memberikan obat gratis dan membawa orang Sudan ke China untuk melanjutkan pendidikan di sana. "Kami melakukan banyak pekerjaan pembangunan yang tidak kelihatan. Kami mempunyai konsep baru, yaitu memprioritaskan pembangunan manusia," katanya melalui penerjemah.

Menurut Hongshe, China membantu Sudan berkembang dan mencari uang. "Kami mendorong perusahaan China menanam modal di Sudan. Contoh yang paling berhasil adalah investasi di sektor minyak. Tahun lalu 7 persen minyak China diimpor dari Sudan. Perusahaan minyak nasional China adalah pemilik mayoritas saham perusahaan migas Sudan Greater Nile Petroleum Company," katanya.

Hak Asasi Manusia
Namun pemerintah China tampak tidak peduli pada keadaan hak asasi manusia atau gaya pemerintahan di Sudan. Belakangan Beijing didesak agar menggunakan pengaruhnya terhadap pemerintah Sudan. Terutama mendesak Sudan agar mengakhiri konflik di Darfur yang sudah menelan lebih dari 200.000 jiwa dan jutaan orang mengungsi.

Untuk meningkatkan tekanan ini sutradara Amerika Serikat Steven Spielberg beberapa saat lalu menyatakan mundur sebagai penasihat artistik Olimpiade Beijing. Sebelas pemenang Hadiah Nobel juga menyatakan keprihatinan mereka kepada presiden China Hu Jintao.

Pemerintah Sudan menyangkal semua tanggung jawab atas konflik Darfur. Hongshe pun mengatakan bahwa keadaan di Darfur sangat dibesar-besarkan. Ia mendukung pendapat pemerintah dan menilai negara-negara barat terlalu angkuh terhadap Sudan. Menurutnya sanksi tidak berguna. "Kami memilih perundingan. Dengan demikian Sudan akan berubah," jelasnya.

"Kami lebih rendah hati. Orang Eropa berkulit putih, tapi kami berkulit kuning. Jadi kami lebih dekat dengan orang Sudan,' katanya sambil tersenyum.

Ia menyampaikan kunci keberhasilannya, "Kami tidak mencampuri urusan dalam negeri Sudan. Itulah kesalahan terbesar dunia barat."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com