Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berebut Pengaruh dengan Pengasuh Anak

Kompas.com - 16/10/2008, 15:07 WIB

Setelah seharian ngantor, wajar jika para ibu ingin segera bertemu dengan sang buah hati. Memeluk dan menciumnya dengan penuh kangen seolah lama tak berjumpa. Tapi, jangankan memeluk dan mencium, baru didekati saja, si kecil langsung berlari ke pengasuhnya. Ketika dipaksa, ia malah menjerit-jerit sambil berpegangan kuat pada pengasuhnya. Ia baru tenang setelah dibujuk si pengasuh.

Peristiwa serupa itu bukan tak mungkin dialami para ibu bekerja karena anak telanjur "lengket" pada pengasuhnya. Sedih, kecewa, dan cemburu bercampur jadi satu. Tak jarang kondisi ini membuat ibu jadi sangat emosional. Si pengasuh langsung "dipecat". Selesaikah persoalan? Tidak!

Seperti dituturkan Dr. Siti Marliah Tambunan dari Fakultas Psikologi UI, keadaan malah tambah runyam. "Ibu jadi repot cari pengasuh baru, dan harus kembali mengajari dari nol." Sementara itu, anak jadi rewel, tak mau makan, gara-gara ditinggal si Mbak. "Rewelnya anak, sebetulnya merupakan protes atas rasa sedih dan kehilangannya." Celakanya lagi, si ibu tak mengerti dan malah memarahi anak. Runyam, bukan?

"Kelekatan anak dengan pengasuh adalah salah satu risiko yang harus diambil oleh ibu karena ia bekerja atau sibuk di luar rumah," tutur Siti Marliah.

Ikatan emosional (attachment) antara ibu dan anak sebenarnya diawali sejak ibu menyusui anak. "Saat memberi ASI, ibu bukan hanya memberi minum pada bayinya, tapi juga sentuhan kasih sayang yang memberikan rasa aman." Melalui sentuhan itulah tercipta ikatan emosional antara ibu dan anak, sehingga terbentuklah trust (kepercayaan), yang membuat anak merasa aman dengan lingkungannya. "Jika sudah merasa aman, ia akan mengadakan eksplorasi dengan lingkungannya. Jadi, attachment adalah dasar dari perkembangan tingkah laku anak selanjutnya."

Tentunya attachment yang baik ialah yang secure. Artinya, kelekatan yang ada ialah kelekatan secara emosi, bukan fisik. "Jika anak ke mana-mana maunya digendong atau 'menggelantung' terus pada ibunya, berarti ada ketergantungan fisik. Hal itu malah menunjukkan ia merasa tak aman." Tapi kalau attachment-nya sehat, maka ia tak terlalu tergantung. Ia tetap berani bereksplorasi dengan sekelilingnya.

Lebih Peka

Nah, attachment antara anak dengan pengasuh, menurut Siti Marliah, lebih karena kepekaan si pengasuh dalam menanggapi kebutuhan sang anak. "Mungkin si pengasuh lebih mau mengerti, cepat tanggap saat diperlukan anak." Misalnya, saat ia mengompol, langsung mengganti popoknya karena takut pantat si kecil jadi gatal. Menyuapinya atau memberinya susu saat ia lapar, memandikannya, menghiburnya saat ia menangis, menidurkannya, dan mengajaknya bermain.

Bila semua kebutuhan tersebut dipenuhi oleh si Mbak, ya, jangan salahkan bila anak akhirnya dekat dengan pengasuhnya. "Wong, si pengasuh lebih memahami kebutuhannya, kok. Ia mendapatkan kehangatan dari perawatan si pengasuh." Apalagi anak kecil memang akan jadi akrab dengan orang yang secara konsisten memenuhi segala kebutuhannya. "Sekecil apa pun, anak akan tahu mana orang yang mengurusnya, selalu berada di dekatnya, dan mana yang bukan."

Terlebih lagi, ibu cenderung ingin "bersih"nya saja lantaran merasa sudah keluar uang untuk menggaji pengasuh. Ibu hanya mau menggendong atau bermain dengan anak, jika anaknya sudah dalam keadaan bersih. Bila anaknya ngompol, ia akan segera meminta si pengasuh untuk mengganti celana anaknya. "Nah, bagaimana si kecil jadi enggak semakin akrab dengan pengasuhnya?"

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com