Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangis di Tempat Kerja

Kompas.com - 30/03/2009, 14:43 WIB

Pernahkah Anda menangis di kantor? Mungkin pernah, dan Anda sangat menyesalinya. Anda merasa tidak berdaya karena "diserang" rame-rame oleh kelompok yang tidak menyukai kehadiran Anda. Atau Anda merasa bersalah setelah disemprot habis-habisan oleh atasan karena kesalahan yang Anda lakukan. Bahkan di suatu kantor dimana direksi baru saja mengumumkan perusahaan akan merger dengan perusahaan lain, seorang manajer wanita menangis karena khawatir dirinya termasuk yang harus di-PHK. Sampai-sampai, ia lupa akan nasib anak buahnya.

Menangis sebenarnya merupakan respons fisiologis yang alami terhadap perasaan yang berasal dari peristiwa yang terjadi dalam hidup Anda. Banyak wanita yang mudah menangis, dan terjadi begitu saja tanpa dikehendaki. Menangis dapat memberikan pelepasan emosional yang sudah menumpuk di dada Anda.

Namun lain halnya bila menangis terjadi di lingkungan kerja. Kebanyakan wanita sebenarnya tahu bahwa mereka seharusnya tidak menangis di tempat kerja, namun seringkali bendungan air mata yang sudah kita pasang tiba-tiba jebol begitu saja, begitu menurut Lois Frankel dalam bukunya, Nice Girls Don’t Get the Corner Office.

Tempat kerja adalah salah satu dari lingkungan di mana tangisan akan dilihat kurang pantas, dan dapat menimbulkan pengaruh negatif atau merugikan terhadap penilaian Anda sebagai karyawan. Apalagi bila orang menangis untuk mendapatkan empati dan pengertian yang dibutuhkan dari rekan kerja atau atasan, tentu ia akan dipandang sebagai orang yang kekanak-kanakan.  Dengan kata lain, tangisan hanya akan membuat reputasi kita menjadi buruk, dimana kompetensi dan kepercayaan diri kita akan dipertanyakan.

Anda bisa saja menangis karena Anda bekerja di lingkungan yang kompetitif (ini yang paling sering terjadi), atau di LSM yang membuat Anda -misalnya- terbawa suasana saat menghadapi orang-orang yang kekurangan. Namun Anda tidak boleh berpikir bahwa atasan Anda yang penuh pengertian atau perusahaan yang humanis ini akan mampu menerima atau mentoleransi tangisan Anda. Anda perlu memahami bahwa dalam posisi kepemimpinan, menangis identik dengan sifat yang rapuh, dan rapuh menandakan ketidakmampuan menangani situasi yang sulit.

Karena itu, sebaiknya kita mulai belajar merespons situasi yang kurang menyenangkan di tempat kerja dengan memperkuat kecerdasan emosional atau perilaku kita. Seperti juga suatu latihan mengatasi kemarahan (anger management) dimana peserta mempelajari respons yang berbeda dan lebih pantas dalam menghadapi frustrasi, kekecewaan, atau kritik, kita pun dapat mempelajari cara lain untuk mengelola perasaan kita dan bukannya sesenggukan di dalam kantor atasan.

1. Wanita sering menangis tanpa mengetahui alasannya. Kita menangis ketika kita merasa marah, kecewa, tidak berdaya, shock, atau sedih. Berikan energi dan waktu kita untuk mengidentifikasi perasaan kita dengan lebih akurat. Misalnya, saat Anda berusaha mengenali perasaan tersebut, kemarahan adalah yang paling sering Anda rasakan, maka Anda perlu belajar untuk menjadi lebih asertif. Selama ini mungkin Anda hanya bisa memendam perasaan saat rekan Anda mengatakan bahwa Andalah yang membuat kesalahan. Lain waktu, mulailah untuk menegurnya untuk mengatakan bahwa hal itu tidak benar.

Semakin Anda mampu membedakan dengan jelas suatu perasaan dari perasaan lain, semakin Anda akan merasa mampu mengontrol keinginan untuk menangis. Anda akan mendapati diri Anda semakin tidak terseret oleh perasaan, dan semakin berkurang rasa ingin menangis. Ketika Anda merasakan sensasi untuk menangis mulai muncul, ambillah nafas dalam-dalam dan bertanyalah pada diri Anda, "Apa yang membuat saya marah? Apa yang perlu saya lakukan untuk mengatasi situasi ini?" Fokuslah kembali pada permasalahannya. Hal ini akan membantu Anda menenangkan diri.

2. Wanita juga sering menangis ketika merasa terjebak dalam pekerjaan, cemas, atau takut mengenai hasil kerjanya. Jika hal ini terjadi pada Anda, ingatlah, menangis tidak akan mengatasi permasalahan yang ada. Tanamkan rasa optimis, bahwa semua akan dapat diatasi. Buat daftar masalah yang sebenarnya, yang menghasilkan perasaan Anda. Cari mentor, teman di luar lingkungan kerja, atau staf sumber daya manusia, untuk memberikan perspektif yang lebih luas, termasuk jalan keluar yang lebih optimis.

3. Jika Anda termasuk orang yang mudah atau sering menangis di kantor, hal ini mungkin disebabkan Anda membawa masalah dalam kehidupan pribadi ke dalam aktivitas kantor. Penting untuk menciptakan dan menjaga batasan antara kehidupan pribadi dan profesional. Anggaplah bahwa pekerjaan sebagai perhentian dari masalah pribadi. Berikan kesempatan pada diri Anda untuk berfokus pada sesuatu selain kehidupan pribadi. Menjauhlah dari kantor, cari dukungan atau bantuan dari teman, keluarga, pembimbing rohani, psikoterapis, konsultan keluarga, atau program pendampingan karyawan. Jangan lupa, butuh waktu bagi suatu masalah untuk berkembang; maka butuh waktu juga untuk mengatasinya.

4. Mengelompokkan perasaan juga merupakan kemampuan yang baik untuk dipelajari. Latihlah untuk tidak bereaksi pada perasaan Anda, dan sebagai gantinya, berfokus pada orang lain. Belajarlah untuk menunda keinginan yang menggebu untuk bereaksi terhadap perasaan Anda. Inilah kemampuan yang dikembangkan pria, yang membuat mereka seringkali seperti tidak peduli atau tidak punya perasaan. Namun sebagai wanita, Anda bisa menggunakan kemampuan ini untuk mengontrol perasaan, atau mengalihkan perhatian ke hal lain.

5. Jika Anda mendapati diri Anda mulai menangis padahal Anda sudah berusaha bertahan, mintalah maaf. Katakan, "Saya ingin berpikir dulu, dan membicarakannya lain waktu. Saya mohon pengertian Anda." Setelah Anda puas menangis, dan siap membicarakannya, menghadaplah pada atasan atau rekan kerja, dan ajaklah untuk berdiskusi dengan kepala dingin. Sekali lagi, mintalah maaf atas sikap Anda tadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com