Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Kaprah Penggunaan Toilet Duduk

Kompas.com - 29/06/2009, 18:51 WIB

Dewasa ini, banyak warga menyalahgunakan fasilitas WC umum berupa toilet duduk. Toilet duduk atau flush toilet seharusnya digunakan dengan cara diduduki. Akan tetapi, banyak warga yang malah menjongkokinya. Setidaknya begitulah yang dituturkan Sudarno, penjaga toilet di salah satu pusat perbelanjaan di Yogyakarta, yang telah bekerja selama 12 tahun di mal tersebut.

Bagi sebagian masyarakat, toilet duduk sering menjadi momok. Model toilet dengan diduduki itu dianggap rawan penyebaran penyakit. Padahal, toilet duduk sebenarnya tidak menularkan penyakit karena bahan khusus yang dibuat untuk dudukan itu tidak dapat menjadi perantara bakteri penyebab infeksi saluran kemih, terutama infeksi vagina.

Ada ketakutan dari sebagian orang kalau saja orang yang sebelumnya menduduki toilet tersebut telah membawa mikroorganisme penyebab penyakit kelamin, misalnya jamur kandida, trikomonas, atau Chlamydia. Akan tetapi, setelah dikonfirmasikan kepada dokter Ernawati, salah seorang dokter yang kami wawancarai di tempat praktiknya di Kwarasan, Sleman, pada Kamis (18/6), bakteri Chlamydia yang menyebabkan infeksi vagina itu tidak dapat hidup lama dalam udara bebas (bakteri anaerob).

"Apalagi di tempat yang dingin dan keras seperti dudukan toilet. Jadi, kalau memang ada bakteri yang menempel pada alas duduk toilet dapat dipastikan bakteri tersebut langsung mati dan tidak menular," kata Ernawati.

Relindawati, seorang pegawai bank swasta di Yogyakarta, menuturkan, "Saya merasa risih menggunakan toilet duduk yang sudah bekas pantat orang lain, pastinya kan kotor." Pada kenyataannya perlu diketahui hal itu bukan faktor utama penularan penyakit. Toilet hanya media perantara kuman. Kuman di area toilet umum justru asalnya dari pengguna itu sendiri. Penyakit itu timbul karena masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan toilet.

Penyalahgunaan toilet duduk juga disebabkan karena kebiasaan yang sudah tertanam pada sebagian besar warga Yogyakarta untuk berjongkok saat berkemih ataupun buang air besar.

Selfira, seorang siswi SMA di Yogyakarta, mengungkapkan, jongkok di toilet duduk itu sudah menjadi kebiasaan karena pada waktu kecil terbiasa menggunakan toilet jongkok.

"Dan selama ini aku merasa gak ada yang salah kalau aku jongkok di atas toilet duduk. Dan aku tidak tahu bahaya serta risiko yang akan aku dapatkan kalau jongkok di atas toilet duduk," ujarnya. Dengan pernyataan Selfira, terlihat bahwa budaya toilet duduk yang ia gunakan seperti toilet jongkok bermuara pada kebiasaan dan kekurangan pengetahuan tentang toilet duduk tersebut.

Terlebih ketika kami mewawancara Syaripah, guru sosiologi di salah satu SMA. Ia menjelaskan, budaya penyalahgunaan toilet duduk sering terjadi karena pada umumnya masyarakat sendiri kurang paham nilai guna dari fasilitas umum modern seperti toilet duduk.

"Saya pernah penataran di sebuah wisma beberapa waktu yang lalu. Pada saat saya ke toilet, saya mendapati sebuah toilet duduk yang dudukannya terlihat kotor bekas alas kaki pengguna toilet duduk. Saya merasa sangat risih dan segera membersihkannya sebelum saya menggunakan toilet duduk tersebut," ucapnya.

Syaripah juga memberikan solusi untuk budaya masyarakat dalam penyalahgunaan penggunaan toilet duduk ini. Ia berharap, bagi tempat- tempat umum yang menggunakan toilet duduk diberi gambaran penggunaan atau keterangan cara penggunaan toilet duduk. Masyarakat diberi informasi mengenai cara dan nilai guna toilet duduk agar dalam penggunaannya tidak menimbulkan risiko dan kerugian penggunanya.

Permasalahan yang kita temui di Yogyakarta ini adalah penyalahgunaan toilet duduk yang dijadikan toilet jongkok dengan alasan kebersihan. Namun, tanpa disadari masyarakat justru penyakit yang timbul karena penggunaan toilet duduk itu disebabkan kotoran dari alas kaki pengguna yang menempel pada dudukan toilet duduk tersebut.

Menanggapi hal ini, Sudarno mengatakan, mal sudah menyediakan dua macam toilet, yaitu toilet duduk dan toilet jongkok. Akan tetapi, pengunjung tetap saja jongkok di toilet duduk. Padahal sudah ada peringatan dari pihak mal untuk duduk saat menggunakan flush toilet.

Guna mengantisipasi penularan kuman melalui kulit ke pengguna selanjutnya, lanjut Sudarno, petugas kebersihan selalu siap sedia membersihkan dudukan toilet yang kotor.

Menurut dokter Ernawati, kuman yang dibawa oleh alas kaki jumlah dan jenisnya tidak terbatas dan tidak ada yang khas. Jadi, risiko terinfeksi berbagai macam penyakit akibat kuman-kuman tersebut pastilah ada, hanya tergantung dari ketahanan tubuh atau imunitas pengguna toilet.

Ada satu hal lagi yang paling berbahaya yang dapat ditimbulkan oleh penyalahgunaan toilet duduk, yaitu toilet duduk bisa sewaktu- waktu pecah jika seseorang jongkok di atasnya. Porselin yang terbuat dari keramik pada toilet duduk tidak diciptakan untuk menahan berat seluruh badan di satu titik. Penyalahgunaan itu dapat membuat toilet terbelah saat digunakan. Hal ini dikhawatirkan dapat memakan korban. Namun, di Yogyakarta belum ada laporan kasus serupa.

Pada intinya, dengan adanya konsep modern, kesan jorok, becek, dan jongkok berganti konsep menjadi toilet kering (toilet duduk) dan membuatnya menjadi area yang lebih bersih dan nyaman untuk digunakan. Hanya saja hal itu harus didukung dengan penggunaan toilet duduk dengan benar. Ernawati menyarankan, masyarakat perlu diberikan pembelajaran lagi tentang toilet duduk sehingga toilet duduk digunakan sebagaimana fungsinya. Jangan berjongkok di atasnya, angkat dudukan saat berkemih (bagi pria), bersihkan dudukan secara rutin dengan cairan antiseptik dan cucilah tangan sebelum dan sesudah menggunakan toilet. Tim Penulis Gelanggang Muda Briliana Arghawati (Lily) SMAN 1 Yogyakarta, Eirene Tawe (Eirene) SMA Bopkri 1 Yogyakarta, Rizki FR (Kiki) SMAN 4 Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com