Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Makna Angpau di Tahun Baru Imlek?

Kompas.com - 13/02/2010, 07:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Semasa kanak-kanak, saat-saat menjelang Tahun Baru Imlek adalah momen-momen yang mendebarkan. Apa lagi penyebabnya jika bukan karena angpau atau amplop merah yang di dalamnya diisi uang. Bersama adik dan teman sepermainan, kami mulai mengalkulasi prediksi perolehan angpau.

Bahkan, menjelang Tahun Baru Imlek, saya dan adik saya memiliki semacam wish list berisi daftar mainan dan komik yang akan kami beli dengan menggunakan angpau. Menggelikan? Mungkin saja. Maklum, saat itu saya sama sekali tidak memiliki pengetahuan mumpuni soal makna angpau dan beragam hal-hal yang berkaitan dengan Tahun Baru Imlek, seperti atraksi barongsai dan sembahyang leluhur.

Lantas, apa sebenarnya makna angpau? Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Budi Santosa Tanuwibawa, Jumat (12/2/2010), kepada Kompas.com, mengatakan, angpau memiliki makna filosofi transfer kesejahteraan atau energi. "Transfer kesejahteraan dari orang mampu ke tidak mampu, dari orangtua ke anak-anak, dari anak-anak yang sudah menikah ke orangtua," ujarnya.

Angpau, lanjutnya, tradisi Tionghoa yang telah berlangsung sejak lama. Ditambahkannya, dalam tradisi Konghucu, pemberian angpau dilakukan tujuh hari menjelang Tahun Baru Imlek. "Harinya disebut Hari Persaudaraan. Ini mewajibkan orang yang merayakan Tahun Baru Imlek membantu sesama yang tak mampu merayakannya," ujarnya.

Soal sembahyang leluhur, tradisi ini sebenarnya memiliki makna luas dari sekadar memberi makan arwah leluhur. Menurut Budi, sembahyang leluhur adalah wujud bakti seorang anak kepada orangtuanya. "Bakti kepada orangtua tidak hanya merawat dan menjaga hingga meninggal, tetapi juga setelah meninggal. Ini mengingatkan kita bahwa kita berada di dunia ini tidak semata-mata karena Tuhan, tetapi juga orangtua," ujarnya.

Sementara itu, atraksi barongsai terinspirasi dari Kilin, makhluk suci bagi umat Konghucu. Rupanya menyerupai naga, memiliki kulit bersisik, dan bertanduk satu. Kilin muncul ketika Nabi Konghucu lahir dan wafat. Hal-hal lainnya yang identik pada Tahun Baru Imlek, seperti lampion, hidangan kue lapis, dan kue keranjang, dinilai Budi merupakan hasil interaksi budaya masyarakat lokal.

Hal senada disampaikan Yu Ie, seseorang yang banyak mempelajari sejarah Tionghoa. Ketika menyalakan lilin atau lampion, warga Tionghoa berharap agar dalam satu tahun ke depan hidup mereka menjadi terang seperti lilin. Kue lapis merupakan simbol keinginan agar di tahun mendatang rezeki melimpah dan berlapis-lapis. Bunga sedap malam dihadirkan sebagai tekad untuk terus berlaku baik dan harum, seharum bunga sedap malam. (Hindra Liauw)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com