Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Valentine, antara Legenda dan Simbolisme Cinta

Kompas.com - 13/02/2010, 11:13 WIB

Oleh Gregorius Magnus Finesso

"Dengan cinta... dari Valentine-mu." Untaian kata ini konon menjadi pesan terakhir Santo Valentinus (Saint Valentine) tanggal 14 Februari 269 Masehi sebelum kepalanya dipenggal algojo Romawi. Di atas secarik kertas, ia menulis ungkapan itu untuk putri sipir penjara yang telah memberi dukungan dan perhatian selama Valentinus di dalam penjara.

Dalam situs www.history.com, Santo Valentinus dipenggal karena nekad menikahkan pasangan yang sedang jatuh cinta. Padahal, Claudius II, Kaisar Roma pada zaman itu, telah memerintahkan untuk membatalkan semua pernikahan dan pertunangan. Kaisar menilai, ikatan cinta membuat pria Romawi enggan masuk tentara karena berat meninggalkan keluarga dan kekasihnya.

Legenda inilah yang kemudian dikemas sedemikan rupa menjadi ritual Hari Valentine 14 Februari yang penuh simbol, dari kartu ucapan, bunga, hingga kue dan cokelat. Di negara Paman Sam, adalah Esther Howland dari Worcester, Massachusetts, yang tercatat sebagai orang pertama pengirim kartu Valentine. Ayah Esther adalah pemilik sebuah toko buku dan peralatan kantor yang besar. Esther pun mendapat inspirasi untuk memproduksi kartu Valentine dari Inggris yang diterimanya.

Di Indonesia, virus cinta Hari Kasih Sayang pun dengan cepat menyebar seiring derasnya arus globalisasi. Dari orang dewasa, muda-mudi, hingga anak kecil mengenalnya. Semaraknya merebak dibumbui berbagai versi sentimental tentang makna Valentine.

Tembang-tembang bergenre evergreen hampir selalu diputar di berbagai ruang publik sejak sepekan sebelum tanggal 14 Februari. Pernak-pernik bentuk jantung hati warna merah muda mendominasi interior beberapa mal dan hotel. Mengalihkan perhatian ke media elektronik, hampir semua stasiun televisi getol menyuguhkan film-film bertemakan cinta.

Tak mau kalah, anak-anak kecil pun ramai memperbincangkannya. "Aku sudah mengirimi surat Valentine ke lima temen-ku. Nanti aku juga mau kasih cokelat ke temen-temen. Kamu sudah kirim berapa surat?," tanya Windi (10), siswi kelas IV sebuah SD swasta di Bandung, kepada dua temannya, Jumat (12/2).

Staf pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai, romantisme Hari Valentine, dikaji dari teori budaya, termasuk hasil konsumerisme global. Hari Kasih Sayang telah menjadi budaya pop (pop culture) yang nilai-nilainya disepakati untuk "dikonsumsi" dengan berbagai pernak-perniknya.

"Dalam ranah budaya massal, simbol Hari Kasih Sayang sengaja dibumbui berbagai hal yang mendorong pemasaran produk dari cokelat, kaset dan CD bertema cinta, bunga, hingga banyak produk lain," katanya.

Ragam pendapat

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com