Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puasa bagi Orang Jawa

Kompas.com - 28/08/2010, 05:59 WIB

AGUS WIBOWO

Bulan puasa atau Ramadhan 1431 Hijriah tinggal hitungan hari. Kaum Muslim di mana pun sudah pasti bersuka cita. Apalagi masyarakat Jawa. Pasalnya, bulan puasa atau pasa diyakini sebagai bulan penuh berkah, sekaligus memiliki keistimewaan tersendiri. Juga lantaran filosofi luhur orang Jawa yang menyatakan, puasa sebagai sarana menggembleng jiwa, raga, mempertajam rasa batin, olahrasa-pangrasa, serta menyucikan hati dan pikiran.

Orang Jawa yang dimaksud lebih mengacu pada definisi Mohammad Damami (2001), yakni lebih berkonotasi pada kualifikasi etnis ketimbang sekadar dibatasi oleh geografis huniannya.

Persebaran yang cukup luas orang Jawa ini tentu memberi ”risiko” terjadinya pergesekan dalam berbagai tingkatan dengan kultur baru di mana para migran Jawa itu menetap.

Keutuhan manusia

Melalui laku prihatin yang dilakukan dengan tulus ikhlas, seperti puasa Ramadhan, masyarakat Jawa berharap menjadi jalma winilis, manusia pilihan, yang dekat dengan Tuhan. Agar laku prihatin itu lebih khusyuk, masyarakat Jawa mempersiapkan diri, baik secara lahir maupun batin. Mereka juga melakukan serangkaian tradisi turun-temurun yang dikenal dengan nyadran, padusan, dan megengan.

Istilah nyadran sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha, yang artinya keyakinan atau kepercayaan. Dahulu, masyarakat Jawa kuno meyakini leluhur yang sudah meninggal sejatinya masih ada dan memengaruhi kehidupan anak cucu atau keturunannya.

Waktu pelaksanaan tradisi nyadran terbilang unik. Biasanya dilakukan pada 15, 20, dan 23 Ruwah atau Syakban.

Pemilihan tanggal nyadran itu, menurut Gatot Marsono (2007), berdasarkan paham mudhunan dan munggahan, yaitu paham yang meyakini bulan Ruwah sebagai saat turunnya arwah para leluhur untuk mengunjungi anak cucu di dunia.

Ritual berikut setelah nyadran adalah semacam upacara orang Jawa untuk melakukan penyucian diri yang disebut padusan. Prosesi padusan dimulai dengan mengguyur kepala dengan satu gayung air kembang. Makna simbolis padusan ini tidak lain sebagai persiapan fisik dan batin agar hati menjadi bening, bersih, dan suci sehingga ketika berpuasa tidak digoda nafsu duniawi yang merusak, jahat, dan hina.

Tradisi penutup dari persiapan menjalankan puasa orang Jawa adalah kenduri atau megengan. Tradisi ini dilakukan menjelang tenggelamnya matahari di ufuk barat, tepatnya sehari sebelum 1 Ramadhan. Dengan kenduri atau megengan ini, orang Jawa mewajibkan dirinya untuk terlebih dahulu harus berbuat baik terhadap sesama dan lingkungan sosialnya sebelum ia memasuki atau menjalani kewajiban puasa Ramadhan.

Ketiga bentuk ritual khas orang Jawa di atas merupakan ”jalan” menciptakan keutuhan ”manusia”. Dari dimensi waktu hingga dimensi hubungan antara manusia dan yang Ilahiah (spiritual).

Kekuatan tradisi

Beberapa tradisi ini, apabila mendalaminya, kita segera akan dapat menemukan beberapa dimensi keluhuran kultur yang menguntungkan kemanusiaan.

Tiga hal yang mungkin dapat menjadi alasan. Pertama, sebagai sarana menciptakan relasi sosial kemasyarakatan (horizontal) yang harmonis.

Kedua, wujud penghargaan kepada leluhur atau pendahulu. Ketiga, tradisi padusan yang membersihkan jasmani dan rohani ketika hendak beribadah atau mendekatkan diri kepada Tuhan. Kebersihan luar dalam dari manusia ini diharapkan akan menyucikan hati dari segenap perasaan iri, dengki, hasut, takabur, dan menipu.

Akhirnya, dengan puasa Ramadhan ini, orang Jawa tidak hanya memperoleh kedamaian hati, rasa ikhlas menerima kenyataan hidupnya, tetapi juga kedalaman fitrahnya sebagai makhluk sosial (homo sociuz). Kelengkapan diri seperti ini yang diharapkan orang Jawa dapat mendatangkan kebahagiaan.

AGUS WIBOWO Pegiat Komunitas Aksara Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com