Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Perceraian di Yogyakarta Naik

Kompas.com - 03/09/2010, 15:13 WIB

Yogyakarta, Kompas - Kasus perceraian di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta mencapai 415 kasus selama Januari-Agustus 2010, atau naik 26,8 persen dari 335 perkara pada periode sama 2009.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kota Yogyakarta Abdul Adhim mengatakan, penyebab perceraian, antara lain, karena faktor perselisihan terus-menerus, tidak ada tanggung jawab dari pihak suami, gangguan pihak ketiga, dan masalah ekonomi.

"Pada 2010, kasus perceraian didominasi perselisihan terus- menerus dalam rumah tangga tanpa adanya penyelesaian," ujar Abdul, kepada kantor berita Antara, Kamis (2/9).

Dalam satu bulan, perceraian karena perselisihan dapat terjadi di atas 19 kasus, sedangkan perkara lain selalu di bawah 19 kasus. Perselisihan terus-menerus sebenarnya dapat diselesaikan dengan komunikasi setiap saat antara kedua belah pihak dalam keluarga.

"Jangan sampai masalah dalam rumah tangga diketahui pihak ketiga karena bisa jadi justru pihak ketiga itu yang akan memicu perceraian," katanya.

Disebutkan, selama Januari-Agustus 2010, perceraian yang diakibatkan perselisihan terus-menerus mencapai lebih dari 142 kasus. Setelah perselisihan terus-menerus, pemicu kedua pada kasus perceraian pada 2010 adalah tidak adanya tanggung jawab kepala keluarga.

"Jumlah perceraian yang disebabkan tidak adanya tanggung jawab kepala keluarga mencapai 92 kasus selama Januari-Agustus 2010," katanya.

Korbankan anak

Tingginya kasus perceraian selain memprihatinkan juga selalu menjadikan anak-anak hasil perkawinan yang kemudian terceraikan menjadi kor-ban. Ego orangtua yang hendak bercerai kerap tidak memperhitungkan dampaknya bagi anak-anak khususnya yang belum dewasa.

Setelah perceraian, karena intensitas pertemuan kedua orangtua berkurang sangat drastis, pendampingan untuk anak-anak biasanya terabaikan. Paling maksimal, perhatian hanya diberikan oleh salah satu orangtua yang mendapat hak asuh.

"Hormat saya kepada orangtua juga berkurang kadarnya setelah terjadinya perceraian. Kalau bisa dipertahankan dengan perbaikan, lebih baik orangtua tidak bercerai. Anak-anak pasti yang akan menjadi korban," ujar Shinta (27), yang melihat orangtuanya bercerai saat beranjak remaja. (INU)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com