Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencarian Sebuah Ikon Baru

Kompas.com - 22/10/2010, 12:09 WIB

KOMPAS.com - Di dunia mode Indonesia, nama Susan Budihardjo sudah tidak perlu diragukan lagi. Kiprahnya sebagai pemilik Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo (LPTBSB) sudah berhasil mencetak nama-nama besar di dunia fashion tanah air. Sebut saja Sebastian Gunawan, Eddy Betty, Chenny Han, Adrian Gan, Sofie, dan lainnya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Susan Budihardjo menggelar acara pagelaran busana untuk memperkenalkan lulusan baru beserta karya mereka kepada masyarakat.

Tahun ini, acara yang digelar pada Kamis (21/10/2010) di Hotel Mulia, Senayan, sebanyak 73 lulusan baru menunjukkan hasil karya rancangnya. Para lulusan dari pengajaran selama 1 tahun itu diminta Susan untuk membuat dan memeragakan koleksi bertemakan Iconic Silhouette. "Sebenarnya saya inginnya para lulusan ini membuat sebuah ikon siluet mereka sendiri. Membayangkan kalau mereka memiliki ikon, akan seperti apa, sih? Saya hanya mendorong mereka, mumpung masih di sekolah, supaya kita sama-sama bereksperimen. Makanya tadi memakai bahan felt yang murah meriah," jelas Susan seusai peragaan kepada Kompas Female.

Mengenai ulang tahun yang ke-30 dari lembaga pengajarannya, ia bertutur, "Tiga puluh tahun kok bagi saya masih terasa pendek, ya? Kalau dibandingkan dengan sekolah-sekolah mode lainnya di luar negeri, yang usianya sudah ratusan tahun, Indonesia punya sekolah mode lokal masih 30 tahun, rasanya masih pendek."

Ada yang berbeda dari peragaan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, Susan mengajak 42 lulusannya dari sejak berdiri untuk turut menunjukkan karyanya di panggung yang sama dengan para lulusan 2010. Susan menjelaskan alasannya, "Semoga para lulusan baru ini dalam perjalanan karier mereka bisa konsisten dan bertahan, supaya mereka bisa menjadi seperti para alumnus yang mereka lihat di hadapan mereka. Memang perlu perjuangan, sih. Saya mengajak semua siswa untuk tampil bersama alumnus supaya menjadi kebanggan mereka sendiri. Saya sangat bersyukur masih bisa merayakan dengan para alumnus, berterima kasih pula mereka masih kompak. Walau ada yang sudah 25 tahun lulus, tetapi masih mau ambil bagian. Memang tak semua alumnus bisa saya undang, karena sangat terbatas."

Mengenai hasil karya yang ditampilkan oleh generasi baru tersebut, Susan mengatakan, "Konsisten dalam berkarya dan punya ciri khas, menurut saya adalah hal-hal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang desainer yang baik. Namun, karena mereka masih muda, saya mengerti sekali jika mereka belum menemukan ciri khas mereka. Apalagi anak-anak saya kan masih baru 1 tahun. Ada yang peka, ada yang masih meraba-raba. Secara umum, hasilnya cukup baik. Ada yang baik banget, biasa, dan kurang."

Pendapat Para Perancang Senior
Dalam acara yang digelar di Ballroom Hotel Mulia tersebut, terdapat banyak desainer dan berbagai pihak yang berkenaan dengan industri mode Indonesia yang ikut menyaksikan. Salah satunya, Eddy Betty, yang juga merupakan alumnus LPTBSB. Pandangan pria yang baru saja mengeluarkan lini keduanya, Edbe (baca: e di bi), mengatakan, "Para lulusan sekarang lebih kreatif. Kalau dibandingin dengan zaman saya dulu, beda banget. Kita harus dukung, lho, sekolah fashion itu. Karena kan, kita penduduknya banyak. Hal ini bisa buka banyak lapangan kerja. Bayangkan, kalau dalam setahun bisa lulus sekitar 100-an orang, berarti kan lebih banyak lapangan kerja. Walaupun fashion di Indonesia man power-nya masih kurang. Misalnya, hari ini jahitnya begini, besok beda. Kita beda, kita kurang konsekuen dalam hasil. Lembaga milik Susan ini kan alirannya adibusana, tetapi aku rasa kalau ia bisa menurunkan ilmu-ilmunya ke para siswa, lalu para lulusan ini pun mau mengajarkan kepada para pekerjanya, aku rasa enggak problem."

Senada dengan Eddy, perancang Edward Hutabarat yang juga turut datang sebagai undangan mengutarakan dukungannya untuk sekolah mode, "Kalau saya pikir, sekolah Susan Budihardjo ini akan sangat baik untuk membangun lapangan kerja, khususnya di bidang desain. Busana anak-anak lulusan tadi mencoba menampilkan teknik, jangan lihat wearable-nya dulu. Mereka berusaha menampilkan busana yang berstruktur, teknik, tetapi memang harus bisa diberikan seleksi lagi. Mungkin ibu Susan sudah bisa meminta alumni-alumni yang senior untuk lebih mengarahkan lagi kepada teknik. Tetapi dari segi lain, ini the one and only. Hong Kong tidak punya yang seperti ini. Sekolah mode yang begini banyak murid, komunitasnya, jadi harapannya industri mode di Indonesia akan makin berkembang."

Kreativitas yang Harus Diasah

Edward Hutabarat yang terkenal dengan koleksi batik Part One memberi saran, "Untuk anak-anak baru, sebaiknya tidak berhenti di sini, terus kembangkan diri, dan perbaiki bagian finishing. Struktur hebat tanpa finishing yang bagus, malahan jadi tak bagus untuk pemula. Secara overall, mereka oke. Saya dari kacamata senior, menuntutnya itu. Karena mereka pemula, kalau saya bilang mereka bagus, mereka nanti berpuas diri. Tahun depan, mungkin Susan bisa ajukan tema culture, bagaimana pemanfaatan tradisional. Yang sekarang sudah cukup. Tetapi kalau pemakaian bahan tradisional lebih dimanfaatkan, dibuat simpel, tetapi dari cutting simple itu akan menyenangkan. Bagaimana anak-anak ini memanfaatkan kain tradisional dengan presentasi modern. Simplicity dengan cutting dan finishing yang prima, itu akan menarik."

Sementara Adrian Gan, salah seorang lulusan LPTBSB mengatakan kepada Kompas Female, "Melihat peragaan tadi, saya terkesan sekali, makin tahun, lulusan baru makin kreatif. Lulusan SB memang memiliki teknik pola dan jahit yang bagus. Pemula pun sudah bisa buat proporsi yang lumayan bagus. Kreativitasnya patut diacungi jempol. Tetapi penerapan idenya yang kadang-kadang berlebihan. Ada beberapa yang maksain, ada tempelan yang berlebihan, padahal tidak ada itu pun sudah cukup bagus. Tetapi biasanya, sebagai desainer awal-awal, kreativitas lebih menggebu-gebu, belum tahu batasan-batasan. Jadi, memang itu perlu proses belajar. Itu bukan kesalahan fatal."

Eddy Betty berharap, agar para lulusan terus bekerja keras, tidak pernah putus asa, dan tidak mudah berpuas diri. "Itu yang selalu saya terapkan pada diri saya. Juga jangan sombong, karena itu kemungkinan adalah awal kehancuran. Saya inginnya, setiap kelulusan, para alumnus bisa mengajar, supaya ceritain lika-liku menjadi seorang desainer agar para siswa baru tidak kagok. Saya sih menunggu saja undangannya," tutup Eddy Betty.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com