Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pria Jarang Menatap Mata Saat Ngobrol?

Kompas.com, 15 Maret 2011, 18:20 WIB

KOMPAS.com - Pernah berbincang dengan seseorang yang tak membalas tatapan Anda sepanjang perbincangan? Beragam pikiran bermunculan di pihak kita saat berbicara dengan orang yang tak membalas tatapan mata, seperti, "Apakah dia benar-benar mendengarkan?" atau "Dia niat berbincang sama saya atau tidak, ya?"

Dr Audrey Nelson, pelatih dan pembicara mengenai komunikasi mengatakan, kontak mata adalah salah satu bentuk komunikasi nonverbal terkuat dalam komunikasi manusia. Namun, ternyata ada perbedaan mengenai kebiasaan menatap mata lawan bicara antara pria dan wanita, berikut arti dari tatapan itu.

Menurut studi yang dilangsungkan oleh Stephen Janik dan Rodney Wellens dari University of Miami, Florida, saat berbincang 43,4 persen perhatian kita fokuskan pada mata, dan sekitar 12,6 persen perhatian kita berada pada mulut lawan bicara. Sehingga secara kasar, 56 persen perhatian kita berada pada mata dan mulut lawan bicara.

Tentunya, bukan berarti saat bicara kita boleh menatap lamat-lamat mata lawan bicara, karena itu juga bukan hal yang sopan. Umumnya, saat perbincangan, tatapan mata terjadi sekitar 60 persen waktu perbincangan. Dalam perbincangan yang berlangsung sekitar 30 detik, para peneliti mendapati seseorang bisa menatap kurang lebih 15 titik di sekitar wajah lawan bicaranya, seperti pojok bingkai kacamata, bibir yang bergerak, rambut di sekitar telinga, dan lainnya.

Menaruh perhatian terhadap mata lawan bicara tidak terjadi tanpa alasan. Ada pengertian di dalam diri kita, bahwa bagian organ tersebutlah yang paling menyiratkan emosi. Tetapi, mengapa saat bicara dengan si dia, ia memalingkan wajah dan matanya? Meski ia menjawab pertanyaan, tetapi saat ia tak membalas tatapan saat kita bicara, ada rasa diabaikan. Namun, jangan langsung membuat kesimpulan, karena menurut Nelson, ada alasan mengapa banyak pria yang melakukan hal itu.

Nelson mengungkap bahwa kebiasaan pria dan wanita untuk menatap saat berbincang berbeda. Bagi wanita, kontak mata berlaku sebagai pengumpulan informasi, juga untuk membangun ikatan dan keintiman. Saat menatap pasangannya berbicara, perempuan mencari reaksi dari pesan yang ia sampaikan, sekaligus membangun keterikatan. Sementara bagi pria, membalas tatapan adalah sebuah tanda tantangan dan kompetisi. Perbedaan pemahaman mengenai cara pandang itu kadang bisa menimbulkan masalah dalam komunikasi.

Menurut Nelson, dalam pikiran perempuan, seringkali ada asumsi bahwa jika pria tidak mempertahankan kontak mata saat bicara dengannya, berarti ia tidak mendengarkan. Nelson mengatakan, ini tidak selalu benar. Kadang pria mendengarkan tanpa perlu menatap mata lawan bicaranya. Namun, saat melakukannya, pria akan kehilangan banyak sinyal-sinyal nonverbal lainnya. Sementara wanita tak hanya mengumpulkan informasi melalui telinga, tetapi juga "membaca" bahasa tubuh atau bahasa nonverbal.

Lewat hal ini, diketahui ada perbedaan cara pandang. Jika Anda dan dia ingin sama-sama nyaman saat berkomunikasi, lakukan kompromi. Anda bisa mengungkapkan keinginan untuk berganti tatapan dengannya, dan dia juga harus dengan sukarela menatap Anda saat berbincang. Yang pasti, harus ada komunikasi yang lancar saat menjalin hubungan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau