Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesti Internasional Minta Indonesia Larang Sunat Perempuan

Kompas.com - 09/03/2012, 07:48 WIB

KOMPAS.com - Amnesti internasional minta Pemerintah Indonesia menerapkan undang-undang yang melarang segala bentuk sunat  kelamin perempuan.

“Amnestiy International menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mencabut peraturan pemerintah 2010 yang mengizinkan ’sunat perempuan’" , ujar Josef Roy Benedict,  Campaigner – Indonesia & Timor-Leste Amnesty International Secretariat kepada Antara London, sehubungan dengan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret, Kamis.

Direktur Bina Kesehatan Ibu di Kementerian Kesehatan, pada Juni 2012 membantah peraturan tersebut melegitimasi sunat kelamin perempuan atau segala jenis penyalahgunaan. Peraturan tersebut diperkenalkan untuk memastikan ’sunat perempuan’ dilakukan dengan aman oleh para profesional kesehatan yang terlatih.

Ketua MUI KH Amidhan mengatakan, dalam ajaran agama Islam, khitan (sunat) wanita merupakan sunnah. “Khitan wanita dilaksanakan cukup dengan menyentuh klitoris agar mengelupas bagian luar, tapi jangan sampai menjadi infeksi,” ungkapnya di sebuah media online beberapa waktu lalu.  “Kalau memang itu berbahaya, seharusnya dari dahulu sudah jatuh korban. Saya kira ini bentuk tekanan saja dari WHO dan LSM perempuan,” cetusnya.

Ia menilai, tekanan dari WHO itu datang setelah melihat tradisi yang terjadi di Afrika. Di sana sunat perempuan dilakukan dengan merajah klirotis sehingga kadangkala berakibat infeksi.

Akhir bulan ini, Amnesti International akan mengirim petisi dari Jaringan Pemuda Asia Pasifik (Asia Pacific Youth Network-APYN) dan aktivis di lebih dari 30 negara dan wilayah, termasuk dari Indonesia.

Amnesty Internasional yang bermarkas besar di London itu mengharapkan pemerintah Indonesia untuk mencabut peraturan 2010 tentang “sunat perempuan” dan menerapkan undang-undang spesifik untuk melarang praktik tersebut.

Mereka menggemakan panggilan dari lebih dari 130 organisasi nasional, regional dan internasional pada 2011 untuk mengakhiri praktik sunat kelamin perempuan di Indonesia.

Pada November 2010, Kementerian Kesehatan Indonesia mengeluarkan peraturan yang melegitimasi praktik mutilasi kelamin perempuan dan memberi otoritas pada pekerja medis tertentu, seperti dokter, bidan dan perawat, untuk melakukannya.

Sebuah laporan pada bulan November 2011 yang dikeluarkan kelompok kerja pra-sesi Komite PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), menyatakan peraturan pemerintah 2010 tentang “sunat perempuan” sebagai “kemunduran dalam memerangi kekerasan terhadap perempuan”.

Komite ini meminta pemerintah Indonesia untuk menjelaskan langkah yang diambil untuk mencabut peraturan ini dan untuk menghapuskan praktik mutilasi kelamin perempuan yang kembali muncul di Indonesia.

Pemerintah Indonesia secara tegas mengatakan bahwa peraturan tersebut tidak boleh dengan cara apapun dapat dianggap sebagai mendorong atau mempromosikan praktik mutilasi kelamin perempuan.

Menteri Kesehatan akan meninjau pelaksanaan peraturan ini dengan tujuan untuk memastikan kepatuhan dengan Konvensi CEDAW. Indonesia akan melakukan pelaporan kepada Komite CEDAW pada sidang ke-52 nya pada Juli 2012.

Amnesty International khawatir bahwa peraturan 2010 membenarkan dan mendorong mutilasi kelamin perempuan, sebuah praktik yang menimbulkan rasa sakit dan penderitaan terhadap perempuan dan anak perempuan, dan karenanya melanggar larangan mutlak terhadap penyiksaan dan penganiayaan.

Efek fisik dari mutilasi kelamin perempuan dapat termasuk rasa sakit, shock, pendarahan, kerusakan pada organ sekitar klitoris dan labia serta infeksi.

Efek jangka panjang termasuk infeksi kronis kepada saluran kemih, batu dalam kandung kemih dan uretra, kerusakan ginjal, infeksi saluran reproduksi akibat terhambatnya aliran menstruasi, infeksi panggul, infertilitas, jaringan parut yang berlebihan, keloid (dibangkitkan, berbentuk tidak teratur, semakin memperbesar bekas luka) dan kista dermoid. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com